Rabu, 24 November 2010

Berani Karena Benar

Sepeninggal Rasulullah SAW, terdapat sekelompok orang yang mengakui kenabian Muhammad SAW, tetapi tidak mengakui zakat sebagai suatu kewajiban dan ibadah yang harus ditunaikan. Kepala negara saat itu, Khalifah Abu Bakar Siddiq RA, menolak tindakan tersebut dengan memerangi mereka seluruhnya supaya kembali kepada agama Allah SWT secara benar.

Pada suatu kesempatan banyak sahabat berkata kepadanya, ''Wahai khalifah Rasulullah, tetaplah engkau di rumahmu, sembahlah Rab-mu hingga wafat mendatangimu. Kita tidak memiliki kekuatan untuk memerangi seluruh bangsa Arab.''

Di antara mereka yang berkata demikian adalah Umar bin Khatab al- Faruq. Ia sempat dibentak oleh Abu Bakar yang bagai auman singa sedang marah, ''Apakah engkau pendekar di zaman jahiliah dan penakut di zaman Islam, wahai Umar? Akankah aku mengharapkan pertolonganmu, sementara itu engkau mendatangiku dan mengecewakanku?''

Lalu, Abu Bakar melanjutkan ucapannya, ''Demi Allah, kalau mereka menolak menyerahkan tali kendali unta yang biasa mereka berikan kepada Rasulullah SAW, akan kuperangi mereka selama tanganku masih mampu memegang pedang.''

Akhirnya, semua yang dikatakan Abu Bakar itu diwujudkannya dan pasukan pun segera bergerak menghajar orang-orang yang kembali kufur itu, mengembalikan orang-orang yang melarikan dan mengambil hak-hak orang fakir dari orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. (Min Ajli Sahwah Rasyidah, karya Yusuf Qordlowi).

Peristiwa tersebut di atas memberikan pelajaran kepada kita betapa Abu Bakar sebagai seorang kepala negara yang terkenal sentimental, lemah lembut, tawadu, dan khusyuk, itu berubah menjadi pemberani dan tegar ketika harus membela kepentingan dan hak-hak rakyat, sekalipun rakyat tidak menuntutnya. Bahkan dia terus mengembalikan hak-hak rakyat meskipun ada sebagian orang yang tidak menyetujui tindakannya.

Akhirnya, dengan sikap seperti ini rakyat pun memberikan dukungan penuh kepadanya. Barangkali, sikap beliau itu didorong oleh pemahamannya atas sabda Rasulullah SAW, ''Pemimpin itu adalah benteng, rakyat berperang dibelakangnya, dan berlindung padanya.''

Banyaknya tuntutan masyarakat saat ini kepada pemegang amanat kekuasaan untuk mengusut dan mengadili kasus-kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta menuntut keberpihakan kepada kepentingan masyarakat sepatutnya menumbuhkan keberanian dan keseriusan untuk menuntaskan masalah ini.

Pengembalian hak rakyat yang dirampas tidak perlu menunggu adanya tuntutan. Jika tidak, apa yang menimpa Bani Israil, akan menimpa umat sekarang. Dahulu, Bani Israil ditimpa malapetaka karena bila ada rakyat kecil bersalah, merampas hak orang lain, ia dihukum habis-habisan. Namun, jika yang melakukannya ''orang besar'', tak ada hukum yang berani menyentuhnya. (MR Kurnia)


republika

Senin, 22 November 2010

“Rahasia” Teka-teki Matematika

“Rahasia” Teka-teki Matematika

Berikut ini satu contoh teka-teki yang sangat terkenal*. Sering dipakai oleh banyak orang untuk berteka-teki. Walaupun “angka-angka” dan konteks yang dipakai dalam teka-teki berikut ini seringkali berbeda, tetapi prinsip teka-tekinya tetaplah sama**.
Tiga sekawan masuk ke hotel untuk menginap. Kata petugas, harga sewa kamarnya Rp. 300.000. Masing-masing mengumpulkan uang Rp. 100.000 untuk membayarnya. Setelah ketiga orang tadi pergi menuju kamar, sang petugas sadar bahwa harga sewa kamarnya seharusnya cuma Rp. 250.000.
Kemudian sang petugas meminta Bel-boy untuk menyerahkan uang Rp. 50.000 kepada ketiga orang tadi. Karena uang Rp. 50.000 berbentuk pecahan Rp 10.000, si Bel-boy hanya menyerahkan uang kepada ketiga orang tadi sebesar Rp. 30.000, sedangkan yang Rp. 20.000 disimpan untuknya. Uang yang Rp. 30.000 tersebut dibagi-bagi ke tiga orang tadi, masing-masing Rp.10.000.
Sehingga, bila dihitung-hitung, masing-masing orang hanya membayar Rp. 90.000. Jadi, bertiga sebenarnya membayar 3 \times Rp. 90.000 = Rp 270.000. Bila ditambahkan ke uang Rp. 20.000 yang dipegang si Bel-boy, maka jumlahnya Rp. 290.000. Lantas yang Rp. 10.000 lagi ke mana?
Bagaimana, apakah Anda dapat memecahkan teka-teki tersebut? Bila belum, Anda boleh membaca pemecahannya seperti uraian berikut. Bila Anda dapat memecahkannya, saya ucapkan selamat atas keberhasilannya. Namun Anda pun boleh membandingkannya dengan cara pemecahan berikut ini.
Sebenarnya uang yang Rp. 10.000 tidak pergi ke mana-mana. Tidak hilang, tidak lenyap. Jumlah uang yang beredar di teka-teki tersebut tetap saja Rp 300.000. Tapi apa buktinya? Mari kita hitung perlahan-lahan.
Uang yang diterima petugas mula-mula Rp. 300.000 kemudian diserahkan ke Bel-boy Rp. 50.000 sehingga uang yang kini dipegang petugas Rp. 250.000.
Oleh Bel-boy, uang sebesar Rp. 50.000 cuma diserahkan sebesar Rp. 30.000 ke ketiga orang tadi. Sehingga si Bel-boy sekarang memegang Rp. 20.000.
Karena ketiga orang tersebut menerima kembali uang mereka sebesar Rp. 30.000 dan masing-masing orang kebagian Rp. 10.000, maka ini artinya mereka masing-masing mengeluarkan uang Rp. 90.000. Karena ada tiga orang, ini artinya mereka bersama mengeluarkan 3 \times Rp. 90.000 = Rp. 270.000. Nah, jumlah uang ini sama dengan uang yang dipegang petugas (Rp. 250.000) ditambah uang yang sekarang dipegang Bel-boy (Rp. 20.000), yaitu Rp. 250.000 + Rp.  20.000= Rp.  270.000.
Nah, bila uang Rp. 270.000 itu kita tambah dengan uang yang diserahkan ke ketiga orang tadi, yaitu Rp. 30.000 maka jumlah uang yang beredar pada teka-teki tersebut adalah tetap, yaitu Rp. 300.000.
Walaupun teka-teki tersebut biasanya hanya untuk selingan ketika kita ngobrol dengan teman-teman, di warung kopi misalnya, tapi teka-teki semacam ini bisa bermanfaat bila diterapkan di dunia pendidikan kita. Setidaknya, bisa digunakan untuk memancing siswa agar tertarik pada pelajaran matematika atau bahasa.
Lantas, apa saja guna teka-teki tersebut bagi dunia pendidikan kita, bagi siswa-siswi kita di sekolah? Bila memang berguna bagaimana menyajikannya?
Menurut saya, teka-teki semacam ini, selain dapat digunakan sebagai selingan pada pelajaran matematika, juga dapat digunakan pada pelajaran bahasa. Kenapa? Karena dalam teka-teki ini kecermatan penggunaan kata dan kalimat sangat berperan dalam memahami dan menyelesaikan masalah pada teka-teki ini.
Dengan perkataan lain, teka-teki ini selain mengajari kelihaian bermatematika juga mengajari keterampilan “bersilat kata” dalam pelajaran bahasa. Jadi, untuk kasus teka-teki ini, terlihat jelas kaitan antara pelajaran matematika dan bahasa, yang sama-sama merupakan “sarana” untuk berfikir, bersilat “angka” dan bersilat “kata” dalam waktu yang nyaris bersamaan***.
Oh, iya. Bisa jadi teka-teki semacam ini dapat digunakan untuk menarik minat masyarakat pembaca yang katanya pusing bila berhadapan dengan “angka-angka biasa” dalam matematika, tapi tidak pusing bahkan senang bila berhadapan dengan “angka-angka” yang terkait dengan uang. Mungkin teka-teki semacam inilah yang bisa dijadikan contoh bagi macam pembaca tersebut. Semoga!
Oh, iya lagi. Untuk kali ini saya sengaja tidak menyajikan ide dan cara bagaimana teka-teki ini disajikan dengan menarik pada siswa-siswi di sekolah. Oleh karena itu, saya nantikan pendapat Anda sekalian, khususnya bapak atau ibu guru matematika atau bahasa. Sekali-kali boleh juga bukan? Saya undang Anda untuk menyumbangkan ide dan sarannya, di kolom komentar tentunya. Atas sumbangan ide dan sarannya saya ucapkan terimakasih. D
=======================================================
Ya sudah segitu saja ya untuk pertemuan kita kali ini. Sampai jumpa di tulisan berikutnya. Mudah-mudahan bermanfaat. Amin.
Catatan:
*Sumber: Kafe Ketawa Ketiwi , dengan modifikasi di sana-sini.
**Teka-teki yang serupa pernah disajikan di blog Buku Bekas.
*** Bila kita “teliti” lagi, teliti membaca teka-teki tersebut (yang saya modifikasi dari situs Kafe Ketawa Ketiwi), sebenarnya ada sedikit kejanggalan, yakni janggal karena melanggar “kebiasaan”. Apa itu? Ya, kejanggalannya itu begini. Biasanya, bila kita masuk untuk menginap di hotel, berdasarkan pengalaman, hampir tidak pernah langsung ditarik bayaran. Biasanya pembayaran hotel itu dilakukan bila kita akan keluar hotel. Betul?
SUMBER:
Penulis al-Jupri di http://mathematicse.wordpress.com/2007/08/26/rahasia-teka-teki-matematika/

Metode Penelitian Pendidikan

Metode Penelitian Pendidikan

Metode Penelitian PendidikanMetode penelitian berhubungan erat dengan prosedur, teknik, alat, serta desain penelitian yang digunakan. Desain penelitian harus cocok dengan pendekatan penelitian yang dipilih. Prosedur, teknik, serta alat yang digunakan dalam penelitian harus cocok pula dengan metode penelitian yang ditetapkan. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti perlu menjawab sekurang-kurangnya tiga pertanyaan pokok (Nazir, 1985) yaitu:
  1. Urutan kerja atau prosedur apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan suatu penelitian?
  2. Alat-alat (instrumen) apa yang akan digunakan dalam mengukur ataupun dalam mengumpulkan data serta teknik apa yang akan digunakan dalam menganalisis data?
  3. Bagaimana melaksanakan penelitian tersebut?
Jawaban atas ketiga pertanyaan tersebut memberikan kepada peneliti urutan-urutan pekerjaan yang terus dilakukan dalam suatu penelitian. Hal ini sangat membantu peneliti untuk mengendalikan kegiatan atau tahap-tahap kegiatan serta mempermudah mengetahui kemajuan (proses) penelitian.
Metode penelitian menggambarkan rancangan penelitian yang meliputi prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, serta dengan cara apa data tersebut diperoleh dan diolah/dianalisis. Dalam praktiknya terdapat sejumlah metode yang biasa digunakan untuk kepentingan penelitian. Beikut ini akan dikemukakan secara singkat beberapa metode penelitian sederhana yang sering digunakan dalam penelitian pendidikan.
1. Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsi­kan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakukan khusus terhadap peristiwa tersebut. Variabel yang diteliti bisa tunggal (satu variabel) bisa juga le­bih dan satu variabel.
Penelitian des­kriptif sesuai karakteristiknya memiliki langkah-langkah tertentu dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Perumusan masalah. Metode penelitian manapun harus diawali dengan adanya masa­lah, yakni pengajuan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang ja­wabannya harus dicari menggunakan data dari lapangan. Pertanyaan masalah mengandung variabel-variabel yang menjadi kajian dalam studi ini. Dalam penelitian deskriptif peneliti dapat menentukan status variabel atau mempelajari hubungan antara variabel.
  2. 2. Menentukan jenis informasi yang diperlukan. Dalam hal ini peneliti perlu menetapkan informasi apa yang di­perlukan untuk menjawab pertanyaan atau masalah yang telah dirumuskan. Apakah informasi kuantitatif ataukah kuali­tatif. Informasi kuantitatif berkenaan dengan data atau informasi dalam bentuk bilangan/angka seperti.
  3. Menentukan prosedur pengumpulan data. Ada dua unsur penelitian yang diperlukan, yakni instrumen atau alat pengumpul data dan sumber data atau sampel yakni dari mana informasi itu sebaiknya diperoleh. Dalam penelitian ada sejumlah alat pengum­pul data antara lain tes, wawancara, observasi, kuesioner, sosio­metri. Alat-alat tersebut lazim digunakan dalam penelitian deskriptif. Misalnya untuk memperoleh informasi menge­nai langkah-langkah guru mengajar, alat atau instru­men yang tepat digunakan adalah observasi atau pengamatan. Cara lain yang mungkin di­pakai adalah wawancara dengan guru mengenai langkah-langkah mengajar. Agar diperoleh sampel yang jelas, permasalahan peneli­tian harus dirumuskan se-khusus mungkin sehingga memberikan arah yang pasti terhadap instrumen dan sumber data.
  4. Menentukan prosedur pengolahan informasi atau data. Data dan informasi yang telah diperoleh dengan instrumen yang dipilih dan sumber data atau sampel tertentu masih merupakan informasi atau data kasar. Informasi dan data tersebut perlu diolah agar dapat dijadikan bahan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
  5. Menarik kesimpulan penelitian. Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, peneliti menyimpul­kan hasil penelitian deskriptif dengan cara menjawab pertanyaan­-pertanyaan penelitian dan mensintesiskan semua jawaban terse­but dalam satu kesimpulan yang merangkum permasalahan pe­nelitian secara keseluruhan.
2. Studi Kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seseorang individu atau kelompok yang dipandang mengalami kasus tertentu. Misal­nya, mempelajari secara khusus kepala sekolah yang tidak disiplin dalam bekerja . Terhadap kasus tersebut peneliti mempelajarinya secara mendalam dan dalam kurun waktu cukup lama. Mendalam, artinya meng­ungkap semua variabel yang dapat menyebabkan terjadinya kasus ter­sebut dari berbagai aspek. Tekanan utama dalam studi kasus adalah mengapa individu melakukan apa yang dia lakukan dan bagaimana tingkah lakunya dalam kon­disi dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Untuk mengungkap persoalan kepala sekolah yang tidak disiplin peneliti perlu mencari data berkenaan dengan pengalamannya pada masa lalu, sekarang, lingkungan yang membentuknya, dan kaitan variabel-variabel yang berkenaan dengan kasusnya. Data diperoleh dari berbagai sumber seperti rekan kerjanya, guru, bahkan juga dari dirinya. Teknik memperoleh data sangat komprehensif seperti observasi perilakunya, wawancara, analisis dokumenter, tes, dan lain-lain bergantung kepada kasus yang dipelajari. Setiap data dicatat secara cermat, kemudian dikaji, dihubungkan satu sama lain, kalau perlu dibahas dengan peneliti lain sebelum menarik kesimpulan-kesimpulan penyebab terjadinya kasus atau persoalan yang ditunjukkan oleh individu ter­sebut. Studi kasus mengisyaratkan pada penelitian kualitatif.
Kelebihan studi kasus dari studi lainnya adalah, bahwa peneliti dapat mempelajari subjek secara mendalam dan menye­luruh. Namun kelemahanya sesuai dengan sifat studi kasus bahwa informasi yang diperoleh sifatnya subyektif, artinya hanya untuk individu yang bersangkutan dan belum tentu dapat digu­nakan untuk kasus yang sama pada individu yang lain. Dengan kata lain, generalisasi informasi sangat terbatas penggunaannya. Studi kasus bukan untuk menguji hipotesis, namun sebaliknya hasil studi kasus dapat menghasilkan hipotesis yang dapat diuji melalui penelitian lebih lanjut. Banyak teori, konsep dan prinsip dapat dihasilkan dan temuan studi kasus.
3. Penelitian Survei
Penelitian survei cukup banyak digunakan untuk pemecahan masa­lah-masalah pendidikan termasuk kepentingan perumusan kebijak­sanaan pendidikan. Tujuan utamanya adalah mengumpulkan informasi tentang variabel dari sekolompok obyek (populasi). Survei dengan cakupan seluruh populasi (obyek) disebut sensus. Sedangkan survei yang mempelajari sebagian populasi dinamakan sampel survei. Untuk kepentingan pendidikan, survei biasanya mengungkap permasalahan yang berkenaan dengan berapa banyak siswa yang mendaftar dan diterima di suatu sekolah? Berapa jumlah siswa rata-rata dalam satu kelas? Berapa banyak guru yang telah me­menuhi kualifikasi yang telah ditentukan? Pertanyaan-pertanyaan kuantitatif seperti itu diperlukan sebagai dasar perencanaan dan pemecahan masalah pendidikan di sekolah. Pada tahap selanjutnya dapat pula dilakukan perbadingan atau analsis hubungan antara variabel tersebut.
Survei dapat pula dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel seperti pendapat, persepsi, sikap, prestasi, motivasi, dan lain-lain. Misalnya persepsi kepala sekolah terhadap otonomi pendidikan, persepsi guru terhadap KTSP, pendapat orangtua siswa tentang MBS, dan lain-lain. Peneliti dapat mengukur variabel-variabel tersebut secara jelas dan pasti. Informasi yang diperoleh mungkin merupakan hal penting sekali bagi kelompok tertentu walaupun kurang begitu bermanfaat bagi ilmu penge­tahuan.
Survei dalam pendidikan banyak manfaatnya baik untuk memecahkan masalah-masalah praktis maupun untuk bahan dalam merumuskan kebijaksanaan pendidikan bahkan juga untuk studi pendidikan dalam hubungannya dengan pembangunan. Melalui me­tode ini dapat diungkapkan masalah-masalah aktual dan mendeskrip­sikannya, mempelajari hubungan dua variabel atau lebih, membandingkan kondisi-kondisi yang ada dengan kriteria yang telah diten­tukan, atau menilai efektivitas suatu program.
4. Studi Korelasional
Seperti halnya survei, metode deskriptif lain yang sering diguna­kan dalam pendidikan adalah studi korelasi. Studi ini mempelajari hubungan dua variabel atau lebih, yakni sejauh mana variasi dalam satu variabel berhubungan dengan variasi dalam variabel lain. Derajat hubungan variabel-variabel dinyatakan dalam satu indeks yang dinamakan koefisien korelasi. Koefisien korelasi dapat digunakan untuk menguji hipotesis tentang hubungan antar variabel atau untuk menyatakan besar-kecilnya hubungan antara kedua variabel.
Studi korelasi yang bertujuan menguji hipotesis, dilakukan de­ngan cara mengukur sejumlah variabel dan menghitung koefisien korelasi antara variabel-variabel tersebut, agar dapat diten­tukan variabel-variabel mana yang berkorelasi. Misalnya peneliti ingin mengetahui variabel-variabel mana yang sekiranya berhubung­an dengan kompetensi profesional kepala sekolah. Semua variabel yang ada kaitannya (misal latar belakang pendidikan, supervisi akademik, dll) diukur, lalu dihitung koefisien korelasinya untuk mengetahui variabel mana yang paling kuat hubungannya dengan kemampuan manajerial kepala sekolah.
Kekuatan hubungan antar variabel penelitian ditunjukkan oleh koefisien korelasi yang angkanya bervariasi antara -1 sampai +1. Koefisien korelasi adalah besaran yang diperoleh melalui perhitungan statistik berdasarkan kumpulan data hasil pengukuran dari setiap variabel. Koefisien korelasi positif menunjukkan hubungan yang berbanding lurus atau kesejajaran, koefisien korelasi negatif menunjukkan hubungan yang berbading terbalik atau ketidak-sejajaran. Angka 0 untuk koefisien korelasi menunjukkan tidak ada hubungan antar variabel. Makin besar koefisien korelasi baik itu pada arah positif ataupun negatif, makin besar kekuatan hubungan antar variabel.
Misalnya, terdapat korelasi positif antara variabel IQ dengan prestasi belajar; mengandung makna IQ yang tinggi akan diikuti oleh prestasi belajar yang tinggi; dengan kata lain terdapat kesejajaran antara IQ dengan prestasi belajar. Sebaliknya, korelasi negatif menunjukkan bahwa nilai tinggi pada satu variabel akan diikuti dengan nilai rendah pada variabel lainnya. Misalnya, terdapat korelasi negatif antara absensi (ketidakhadiran) dengan prestasi belajar; mengandung makna bahwa absensi yang tinggi akan diikuti oleh prestasi belajar yang rendah; dengan kata lain terdapat ketidaksejajaran antara absensi dengan prestasi belajar.
Dalam suatu penelitian korelasional, paling tidak terdapat dua variabel yang harus diukur sehingga dapat diketahui hubungannya. Di samping itu dapat pula dianalisis hubungan antara dari tiga variabel atau lebih.
Makna suatu korelasi yang dinotasikan dalam huruf r (kecil) bisa mengandung tiga hal. Pertama, kekuatan hubungan antar variabel, kedua, signifikansi statistik hubungan kedua variabel tersebut, dan ketiga arah korelasi. Kekuatan hubungan dapat dilihat dan besar kecilnya indeks ko­relasi. Nilai yang mendekati nol berarti lemahnya hubungan dan sebaliknya nilai yang mendekati angka satu menunjukkan kuatnya hubungan.
Faktor yang cukup berpengaruh terhadap besar kecilnya koefisien korelasi adalah keterandalan instrumen yang digunakan dalam pengukuran. Tes hasil belajar yang terlalu mudah bagi anak pandai dan terlalu sukar untuk anak bodoh akan menghasilkan koefisien korelasi yang kecil. Oleh karena itu instrumen yang tidak memiliki keterandalan yang tinggi tidak akan mampu mengungkap­kan derajat hubungan yang bermakna atau signifikan.
5. Penelitian Eksperimen
Penelitian eksperimen dapat didefinisikan sebagai metode sistematis guna membangun hubungan yang mengandung fenomena sebab akibat. Penelitian eksperimen merupakan metode inti dari model penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Dalam metode eksperimen, peneliti harus melakukan tiga persyaratan yaitu kegiatan mengontrol, kegiatan memanipulasi, dan observasi. Dalam penelitian eksperimen, peneliti membagi objek atau subjek yang diteliti menjadi 2 kelompok yaitu kelompok treatment yang mendapatkan perlakuan dan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan. Karakteristik penelitian eksperimen yaitu:
  1. Memanipulasi/merubah secara sistematis keadaan tertentu.
  2. Mengontrol variabel yaitu mengendalikan kondisi-kondisi penelitian ketika berlangsungnya manipulasi
  3. Melakukan observasi yaitu mengukur dan mengamati hasil manipulasi.
Proses penyusunan penelitian eksperimen pada prisnsipnya sama dengan jenis penelitian lainnya. Secara eksplisit dapat dilihat sebagai berikut:
  1. Melakukan kajian secara induktif yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak dipecahkan
  2. Mengidentifikasikan permasalahan
  3. Melakukan studi litelatur yang relevan, mempormulasikan hipotesis penelitian, menentukan definisi operasional dan variabel.
  4. Membuat rencana penelitian mencakup: identifikasi variabel yang tidak diperlukan, menentukan cara untuk mengontrol variabel, memilih desain eksperimen yang tepat, menentukan populasi dan memilih sampel penelitian, membagi subjek ke dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, membuat instrumen yang sesuai, mengidentifikasi prosedur pengumpulan data dan menentukan hipotesis.
  5. Melakukan kegiatan eksperimen (memberi perlakukan pada kelompok eksperimen)
  6. Mengumpulkan data hasil eksperimen
  7. Mengelompokan dan mendeskripsikan data setiap variabel
  8. Melakukan analisis data dengan teknik statistika yang sesuai
  9. Membuat laporan penelitian eksperimen.
Dalam penelitian eksperimen peneliti harus menyusun variabel-variabel minimal satu hipotesis yang menyatakan hubungan sebab akibat diantara variabel-variabel yang terjadi. Variabel-variabel yang diteliti termasuk variabel bebas dan variabel terikat sudah ditentukan secara tegas oleh peneliti sejak awal penelitian. Dalam bidang pembelajaran misalnya yang diidentifikasikan sebagai variabel bebas antara lain: metode mengajar, macam-macam penguatan, frekuensi penguatan, sarana-prasarana pendidikan, lingkungan belajar, materi belajar, jumlah kelompok belajar. Sedangkan yang diidentifikasikan variabel terikat antara lain: hasil belajar siswa, kesiapan belajar siswa, kemandirian siswa.
6. Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian refleleksi-diri yang dilakukan oleh para partisipan dalam situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki praktek yang dilakukan sendiri. Dengan demikian akan diperoleh pemahaman mengenai praktek tersebut dan situasi di mana praktek tersebut dilaksanakan. Terdapat dua esensi penelitian tindakan yaitu perbaikan dan keterlibatan. Hal ini mengarahkan tujuan penelitian tindakan ke dalam tiga area yaitu: (1) Untuk memperbaiki praktek; (2) Untuk pengembangan profesional dalam arti meningkatkan pemahaman/kemampuan para praktisi terhadap praktek yang dilaksanakannya; (3) Untuk memperbaiki keadaan atau situasi di mana praktek tersebut dilaksanakan.
Penelitian tindakan bertujuan untuk mengungkap penyebab masalah dan sekaligus memberikan langkah pemecahan terhadap masalah. Langkah-langkah pokok yang ditempuh akan membentuk suatu siklus sampai dirasakannya ada suatu perbaikkan. Siklus pertama dan siklus-siklus berikutnya yaitu: (1) penetapan fokus masalah penelitian, (2) perencanaan tindakan perbaikan, (3) pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi, (4) analisis dan refleksi, dan (5) perencanaan tindak lanjut. Mengingat besarnya manfaat penelitian tindakan dalam bidang pendidikan, uraian spesifik akan dijelaskan dalam materi tersendiri.
7. Metode Penelitian dan Pengembangan (R&D)
Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah strategi atau metode penelitian yang cukup ampuh untuk memperbaiki praktek. Yang dimaksud dengan Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah rangkaian proses atau langkah-langkah dalam rangka mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada agar dapat dipertanggungjawabkan. Produk tersebut tidak selalu berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau di laboratorium, tetapi bisa juga perangkat lunak (software), seperti program komputer untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas, perpustakaan atau laboratorium, ataupun model-model pendidikan, pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, sistem manajemen, dan lain-lain.
Penelitian dalam bidang pendidikan pada umumnya jarang diarahkan pada pengembangan suatu produk, tetapi ditujukan untuk menemukan pengetahuan baru berkenaan dengan fenomena-fenomena yang bersifat fundamental, serta praktek-praktek pendidikan. Penelitian dan pengembangan merupakan metode penghubung atau pemutus kesenjangan antara penelitian dasar dengan penelitian terapan. Sering dihadapi adanya kesenjangan antara hasil-hasil penelitian dasar yang bersifat teoretis dengan penelitian terapan yang bersifat praktis. Kesenjangan ini dapat dihilangkan atau disambungkan dengan penelitian dan pengembangan. Dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan, terdapat bebera­pa metode yang digunakan, yaitu metode: deskriptif, evaluatif, dan eksperimental.
Penelitian deskriptif digunakan dalam penelitian awal untuk menghimpun data tentang kondisi yang ada. Kondisi yang ada mencakup: (1) Kondisi produk-produk yang sudah ada sebagai bahan perbandingan atau bahan dasar (embrio) produk yang akan dikembangkan, (2) Kondisi pihak pengguna (dalam bidang pendidikan misalnya sekolah, guru, kepala sekolah, siswa, serta pengguna lainnya); (3) Kondisi faktor-faktor pendukung dan penghambat pengembangan dan penggunaan dari produk yang akan dihasilkan, mencakup unsur pendidik dan tenaga kependidikan, sarana-prasarana, biaya, pengelolaan, dan lingkungan pendidikan di mana produk tersebut akan diterapkan.
Metode evaluatif, digunakan untuk mengevaluasi produk dalam proses uji coba pengembangan suatu produk. Produk penelitian dikembangkan melalui serangkaian uji coba dan pada setiap kegiatan uji coba diadakan evaluasi, baik itu evaluasi hasil maupun evaluasi proses. Berdasarkan temuan-temuan pada hasil uji coba diadakan penyempurnaan (revisi model).
Metode eksperimen digunakan untuk menguji keampuhan dari produk yang dihasilkan. Walaupun dalam tahap uji coba telah ada evaluasi (pengukuran), tetapi pengukuran tersebut masih dalam rangka pengembangan produk, belum ada kelompok pembanding. Dalam eksperimen telah diadakan pengukuran selain pada kelompok eksperimen juga pada kelompok pembanding atau kelompok kontrol. Pemilihan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara acak atau random. Pembandingan hasil eksperimen pada kedua kelompok tersebut dapat menunjukkan tingkat keampuhan dan produk yang dihasilkan.
=============
Diambil dan adaptasi dari Bahan Belajar Mandiri Kegiatan Pelatihan Pengawas Sekolah. Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. 2008
=============

Kepala Sekolah sebagai Jabatan Politik

Jabatan Kepala Sekolah pada era otonomi daerah seperti sekarang ini sudah bukan lagi sebagai jabatan profesional, tetapi lebih condong sebagai sebuah jabatan politik. Hal ini tergambar jelas pada prosesi pengangkatan dan pemberhentian Kepala Sekolah. Para Kepala Sekolah yang terindikasi memilih calon lain pada saat Pilkada disingkirkan, sebagai penggantinya adalah guru-guru yang telah memberikan andil nyata kepada Bupati pada saat proses Pilkada. Secara manusiawi, proses balas dendam dan balas budi adalah hal sangat lumrah, sehingga prosesi semacam itu tidak dapat disalahkan.
Yang menjadi masalah adalah adanya Kepala Sekolah yang belum memahami Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)-nya sebagai Kepala Sekolah. Banyak kepala sekolah yang hanya diangkat karena jasa besarnya dalam proses Pilkada, padahal secara administrasi dan keprofesionalan, dia belum layak untuk diangkat sebagai Kepala Sekolah. Akibatnya, maka dalam pelaksanaan tugas kekepalasekolahan, kepala sekolah tersebut hanya mampu melaksanakan seala kadarnya saja.
Imbas dari masalah tersebut adalah menurunya kinerja guru sebagai bawahan langsung dari kepala sekolah tersebut. Banyak guru yang hanya menjalankan tugas seala kadarnya saja, yakni hanya sekedar memenuhi tugas pokok mengajar, jauh dari upaya pengembangan dan peningkatan kualitas pembelajaran, apalagi untuk melahirkan ide-ide kreatif dan inovatif. Dan tentu semuanya bermuara pada rendahnya mutu output sekolah.
Mengingat masalah tersebut, maka perlu adanya upaya nyata dari pemerintah dalam rangka menghindarkan keterlibatan guru dan kepala sekolah dalam urusan politik praktis, seperti pada proses Pilkada. Secara alamiah, rasanya hal tersebut mustahil terjadi, karena Guru dan Kepala Sekolah butuh pengakuan dan penghargaan, terutama bagi mereka yang memiliki ambisi. Dan jalan yang paling memungkinkan adalah dengan melibatkan diri secara aktif dalam mendukung salah satu pasangan calon Bupati, sehingga kalau calon yang didukungnya menang, maka pengakuan dan penghargaan tersebut akan dapat diraihnya.
Sementara itu, Calon Bupati pun butuh kemenangan. dan salah satu lahan yang bisa digarap adalah dengan memanfaatkan jasa guru dan kepala sekolah tersebut. Hubungan timbal balik yang sangat kuat tersebut sangat sulit untuk dilawan.
Untuk itu, kira pemerintah perlu berpikir untuk mengembalikan guru dan kepala sekolah ke habitatnya semula, yaitu sebagai organisasi vertikal yang berpuncak pada Kementerian Pendidikan Nasional. 

Selasa, 09 November 2010

Tukar Link

Jika anda berkenan, saya sangat berharap kiranya anda bersedia bertukar link dengan saya, dengan mengisi pada form berikut. Terima kasih atas kesediaannya.