Jumat, 14 Oktober 2011

Hal-Hal yang Diwajibkan dalam Haji


Oleh: Syekh Abdul Azhim bin Badawi Al-Khalafi
Haji adalah salah satu ibadah dari sekian banyak ibadah, mempunyai rukun, hal-hal yang wajib dan hal-hal yang sunnah.
Rukun-Rukun Haji
1. Niat
Berdasarkan firman Allah SWT: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…” (QS Al-Bayyinah: 5).
Dan sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya.”
2. Wukuf di Arafah
Berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Haji adalah wukuf di Arafah.” (HR Ibnu Majah, Tirmidzi, Nasa’i, dan Abu Dawud).
3. Menginap di Muzdalifah sampai terbit fajar dan shalat Shubuh di sana
Berdasarkan sabda Rasulullah kepada Urwah, “Barangsiapa yang mengikuti shalat kami (di Muzdalifah), lalu bermalam bersama kami hingga kami berangkat, dan sebelum itu dia benar-benar telah wukuf di Arafah pada malam atau siang hari, maka hajinya telah sempurna dan ia telah menghilangkan kotorannya.” (HR Ibnu Majah, Tirmidzi, Abu Dawud, Nasa’i).
4. Thawaf Ifadhah
Berdasarkan firman Allah SWT: “…Dan hendaklah mereka melakukan Thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS Al-Hajj: 29)
Dan dari Aisyah RA, ia berkata, “Shafiyah binti Huyay mengalami haidh setelah merampungkan thawaf Ifadhah.” Lalu ia berkata lagi, “Kemudian hal tersebut aku beritahukan kepada Rasulullah SAW, beliau pun bersabda, “Apakah ia akan menghalangi kita (untuk pergi)?” “Wahai Rasulullah, ia telah thawaf Ifadhah, ia telah thawaf mengelilingi Ka’bah lalu haidh setelah thawaf Ifadhah,” jawabku. Rasulullah SAW bersabda, “Kalau begitu kita berangkat.” (HR Muttafaq Alaih)
Sabda beliau, “Apakah ia akan menghalangi kita (untuk pergi)?” menunjukkan bahwa thawaf ini harus dikerjakan. Thawaf ini dapat menghalangi kepergian orang yang belum melaksanakannya.
5. Sa’i antara Shafa dan Marwah
Berdasarkan sa’inya Rasulullah SAW dan sabda beliau, “Kerjakanlah sa’i, sesungguhnya Allah telah mewajibkan sa’i atas kalian.” (HR Ahmad, Hakim)
Hal-Hal yang Diwajibkan dalam Haji
1. Berihram dari miqat-miqat
Yaitu dengan melepas pakaian dan mengenakan pakaian ihram, kemudian niat dengan mengucapkan, “Aku penuhi panggilanmu ya Allah untuk menunaikan ibadah umrah.”
Atau, “Aku penuhi panggilanmu ya Allah untuk menunaikan ibadah haji dan umrah.”
2. Bermalam di Mina pada malam hari-hari Tasyriq
Hal ini karena Rasulullah SAW bermalam di sana. Beliau memberi keringanan bagi penggembala unta di Baitullah, mereka melontar pada hari Nahr (hari raya kurban), sehari setelahnya, lalu dua hari setelahnya dan pada hari mereka menyelesaikan ibadah haji (nafar). Rasulullah memberi keringanan kepada mereka, ini merupakan dalil akan wajibnya hal ini bagi yang lainnya.
3. Melempar jumrah secara tertib
Yaitu dengan melempar jumrah Aqabah pada hari Nahr menggunakan tujuh kerikil, lalu melempar ketiga jumrah pada hari-hari tasyriq setelah matahari tergelincir. Setiap jumrah dilempar dengan tujuh kerikil, dimulai dengan jumrah Ula kemudian jumrah Wustha dan diakhiri dengan jumrah Aqabah.
4. Thawaf Wada’
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas RA. “Telah diperintahkan kepada manusia agar mengakhiri ibadah hajinya dengan thawaf di Baitullah, namun diberi kelonggaran bagi wanita haidh.” (HR Muttafaq Alaih).
5. Mencukur rambut atau memendekkannya
Mencukur dan memendekkan rambut disyariatkan, baik dalam Alquran, sunnah maupun ijma’.
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesunguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut…” (QS Al-Fath: 27).
Dari Abdullah bin Umar bahwasannya Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya.” Mereka berkata, “Dan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Beliau berdoa lagi, “Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya.” Mereka berkata, “Dan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Beliau berdoa lagi, “Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya.” Mereka berkata, “Dan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Beliau berdoa lagi, “Dan orang-orang yang memendekkan rambutnya.”
Jumhur ulama berselisih pendapat akan hukum mencukur atau memendekkan rambut ini. Sebagian besar dari mereka berpendapat hukumnya wajib, orang yang meninggalkannya wajib membayar dam (denda), sedangkan ulama madzhab Syafi’i berpendapat mencukur atau memendekkan rambut merupakan salah satu di antara rukun-rukun haji. Faktor yang membuat mereka berselisih pendapat adalah karena tidak adanya dalil yang menguatkan pendapat yang pertama maupun yang kedua, sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Al-Albani.

Syarat-Syarat Thawaf
Dari Ibnu Abbas RA bahwasannya Nabi SAW bersabda, “Thawaf mengelilingi Ka’bah seperti shalat, namun dalam thawaf kalian boleh berbicara. Barangsiapa yang berbicara ketika thawaf hendaklah ia berbicara dengan perkataan yang baik.” (HR Tirmidzi, Ibnu Hibban, Ad-Darimi, Baihaqi).
Jika thawaf itu seperti shalat, maka disyaratkan hal-hal sebagai berikut:
1. Suci dari dua hadats (hadats kecil dan besar).
Berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Allah tidak menerima shalat tanpa thaharah (bersuci).”
Juga berdasarkan sabda beliau kepada Aisyah yang haidh pada saat haji. “Kerjakanlah apa yang dikerjakan oleh orang yang berhaji, hanya saja engkau tidak boleh thawaf di Baitullah sampai engkau mandi (bersih dari haidhmu).” (HR Muttafaq Alaih)
2. Menutup aurat
Berdasarkan firman Allah SWT: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid…” (QS Al-A’raf: 31).
Dan berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwasannya Abu Bakar ketika haji yang mana dalam haji itu ia diangkat sebagai amir oleh Rasulullah, sebelum haji Wada’. Beliau mengutus Abu Hurairah bersama beberapa orang pada hari raya kurban untuk mengumumkan kepada orang-orang. Setelah tahun ini orang musyrik tidak boleh berhaji, dan tidak boleh thawaf di Baitullah dalam keadaan telanjang. (HR Muttafaq Alaih).
3. Thawaf sebanyak tujuh putaran sempurna
Hal ini karena Rasulullah SAW thawaf tujuh kali, seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Umar, “Setelah tiba, Rasulullah SAW thawaf mengelilingi Ka’bah tujuh kali, kemudian beliau shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim dan sa’i antara Shafa dan Marwah tujuh kali. Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada contoh yang baik bagimu.”
Amalan Rasulullah ini merupakan penjelasan dari firman Allah SWT: “…Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS Al-Hajj: 29).
Apabila ia meninggalkan sedikit saja dari tujuh putaran itu, thawafnya tidak sah. Jika ia ragu hendaknya ia mengambil kemungkinan yang paling sedikit agar ia menjadi yakin.
4. Memulai dan mengakhiri thawaf di Hajar Aswad dengan menempatkan Ka’bah di sebelah kiri
Berdasarkan hadits Jabir RA, “Ketika Rasulullah SAW tiba di Makkah, beliau mendatangi Hajar Aswad dan mengusapnya, kemudian beliau melangkah ke arah kanan, beliau thawaf dengan berlari-lari kecil tiga putaran dan berjalan biasa empat putaran.”
5. Thawaf di luar Ka’bah
Hal ini karena firman Allah SWT: “…Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS Al-Hajj: 29).
Menunjukkan thawaf harus mengitari seluruh Ka’bah. Seandainya seseorang thawaf dan lewat di dalam Hijir Ismail, maka thawafnya tidak sah, berdasarkan sabda Rasulullah, “Hijir Ismail termasuk Ka’bah.”
7. Berturut-turut (tidak terputus)
Hal ini karena Rasulullah thawaf berturut-turut dan beliau bersabda, “Ambillah dariku manasik hajimu.”
Jika thawaf diputus untuk berwudhu atau menunaikan shalat wajib ketika iqamat sudah dikumandangkan atau untuk istirahat sejenak, maka boleh melanjutkan thawaf (tidak perlu mengulang). Jika diputus lama, maka thawaf diulang lagi dari awal.
Syarat-Syarat Sa’i
Untuk sahnya amalan sa’i disyaratkan hal-hal sebagai berikut:
1. Hendaknya dilakukan tujuh kali
2. Hendaknya dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah
3. Hendaknya sa’i dilakukan di Mas’a, yaitu jalan yang menghubungkan antara Shafa dan Marwah
Berdasarkan amalan Rasulullah saw dan sabda beliau, “Ambillah dariku manasik hajimu.”

Sumber: Disarikan dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, karya Syaikh Abdul Azhim bin Badawai Al-Khalafi. Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA-Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar