Mereka menemukan bahwa keinginan menyantap garam memicu gen, sel-sel otak dan koneksi otak yang sama seperti keinginan terhadap obat-obatan dan alkohol. Temuan ini dapat membantu menjelaskan mengapa banyak orang yang kesulitan mengurangi asupan garam. Meskipun, mereka menyadari adanya bahaya tekanan darah dan kesehatan jantung.
Untuk studi ini, ilmuwan Australia dan Amerika melakukan penelitian terhadap tikus yang diatur menjalani diet rendah garam.Aktivitas dalam otak kemudian dibandingkan dengan pada tikus yang makan secara normal. Mereka juga mempelajari otak tikus yang telah kelaparan akan garam selama tiga hari dan kemudian diberi air asin untuk diminum.
Ketika tikus itu masih membutuhkan garam, sel-sel otak memicu protein yang biasanya berhubungan dengan kecanduan zat seperti heroin, kokain, dan nikotin. "Dalam studi ini, kami menunjukkan bahwa salah satu naluri klasik, keinginan mengasup garam, memicu syaraf yang juga berkaitan dengan kecanduan opiat dan kokain," kata Prof Derek Denton, dari University of Melbourne, seperti dikutip dari Daily Mail.
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa setelah asupan garam dikurangi, otak percaya bahwa kebutuhan itu telah dipenuhi sebelum terpenuhi secara fisik. Dengan kata lain, perubahan yang disebabkan oleh keingianan menyantap garam akan menghilang jauh sebelum garam bisa meninggalkan usus, memasuki darah, dan sampai ke otak.
"Sungguh menakjubkan melihat bahwa gen yang dipicu hilangnya natrium sudah mulai kembali ke keadaan semula dalam waktu 10 menit," kata Prof Denton.
Para peneliti mengatakan bahwa pentingnya garam untuk kesehatan secara keseluruhan mengindikasikan bahwa keinginan mengonsumsi garam merupakan bentuk naluri yang tertanam di otak. Ini mungkin menjelaskan mengapa kita selalu menilai makanan yang asin begitu lezat. Studi ini muncul dalam jurnalProceeding of National Academy of Sciences edisi Agustus 2011.
sumber ; mediaindonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar