Berbicara tentang pendidikan karakter, Fasli Jalal yang juga seorang dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang ini punya satu pandangan tersendiri. Ia menjelaskan bahwa ada faktor yang melatarbelakangi pentingnya pengarusutamaan pembangunan dan pendidikan karakter bangsa, faktor tersebut adalah disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai pancasila, adanya keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancaila dan bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Selain itu juga ada faktor memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa dan adanya ancaman disintegrasi bangsa serta melemahnya kemandirian bangsa” jelas Fasli.
Orang yang berkarakter menurut Pria yang memiliki pembawaan tenang dan murah senyum ini bisa disebut dengan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui perilaku yang berkarakter.
Ada 18 nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional yaitu religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, dinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan memiliki tanggung jawab.
“Dalam kebijakan nasional, pendidikan karakter didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi atau kelompok yang unik dan baik sebagai warga negara” jelas Suami dari Dr. Gusnawrita Taib, M.Pd.
Pengembangan pendidikan karakter, lanjut Fasli, ada tiga stream pendekatan yang dilakukan secara koheren dan parallel. Stream pertama adalah top down, yakni pemerintah mengambil prakarsa untuk mengarusutamakan pendidikan karakter dan menjadikan sebagai program prioritas nasional.
Oleh karena itulah, langkah pertama yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) adalah menempatkan pendidikan karakter sebagai salah satu program 100 hari pertama Kemdiknas. Dalam rangka itulah Kemdiknas mengadakan Sarasehan Nasional Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa di Hotel Bidakara pada Januari 2010 yang dihadiri oleh para pakar pendidikan, tokoh masyarakat, budayawan, agamawan, akademisi, birokrat, praktisi, pengelola pendidikan dan pemerhati pendidikan.
Dari sarasehan tersebut disimpulkan bahwa pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh. Pendidikan budaya dan karakter bangsa juga harus dikembangkan secara komperhensif sebagai proses pembudayaan, oleh karenanya pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa juga merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah dan orangtua yang dalam pelaksanaannya harus melibatkan keempat unsur tersebut. Diperlukan sebuah gerakan nasional dalam upaya merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan dilapangan.
“Ada empat prinsip dasar yang dipegang Kemdiknas dalam proses kebijakan pendidikan karakter. Berkelanjutan, melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya satuan pendidikan, nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan serta proses pendidikan yang dilakukan secara aktif dan menyenangkan” ujar Fasli yang pada tahun 1991 meraih Ph.D dari Universitas Cornell, Ithaca, Amerika Serikat.
Stream kedua bersidat buttom up yang berarti inisiatip pembangunan pendidikan karakter lebih banyak datang dari satuan pendidikan. Sekolah-sekolah yang sudah menerapkan pendidikan karakter dijadikan tempat tujuan magang bagi sekolah lain atau menjadi pendamping bagi sekolah-sekolah yang ingin menerapkan pendidikan karakter.
Dan Streamketiga adalah revitalisasi program-program kegiatan pendidikan. Kegiatan ekstrakurikuler yang merupakan wahana sosiopedagogis untuk mendapatkan “hands-on experience” dan memberikan kontribusi signifikan untuk menyeimbangkan antara penguasaan teori dan praktek pembuasaan perilaku dan keterampilan dalam berkehidupan perlu dikembangkan.
Misalnya seperti Pramuka, kantin kejujuran, perlombaan-perlombaan sains dan seni, organisasi siswa intra sekolah, masa orientasi sekolah, palang merah remaja dan lain sebagainya. Kesemuanya itu terkandung nilai karakter dalam setiap tahap pelaksanaannya dan merupakan wadah kegiatan yang sangat efisien dalam memupuk kebiasaan hidup yang positif.
“Stream down yang lebih bersifat intervensi, stream bottom up yang merupakan penggalian bestpracticedan habituasi serta revitalisasi yang lebih bersifat pemberdayaan ini hendaknya dilaksanakan secara terintegrasi dalam empat pilar penting pendidikan karakter di sekolah” jelas Fasli yang sampai saat ini masih tercatat sebagai pembimbing dan penguji mahasiswa pada program Pasca Sarjana IPB, staf pengajar pada program studi PAUD, Fakultas Pendidikan Universitas Negeri Jakarta dan staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.
Tiga stream bergerak secara parallel dan diselenggarakan secara terpadu, terintegrasi dalam seluruh aktifitas system pendidikan nasional dengan sinergi yang solid antara Kemdiknas dengan Dinas pendidikan Profinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten atau Kota termasuk dengan para pemangku kepentingan lainnya.
“Semoga dengan totalitas tiga stream pendekatan ditambah kerja keras, kerja cerdas dari berbagai pemangku kepentingan, tujuan pendidikan, misi dan visi pembangunan nasional bisa diwujudkan” harap Fasli.
sumber ; http://www.majalaheducare.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar