Pemahaman netralitas dalam pemilihan umum calon Legislatif dan Calon Presiden dan Wakil Presiden, yaitu bahwa Pegawai Negeri termasuk PNS sebagai unsur aparatur negara harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik, tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Pegawai Negeri yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik harus diberhentikan sebagai Pegawai Negeri, baik dengan hormat atau tidak dengan hormat. Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 3 Undang-undang 8 Tahun 1974 jo Undang-undang 43 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004.
Namun dalam Undang-undang 22 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan Pemilu, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Undang-undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Undang-undang 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, ditentukan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai warga negara dan anggota masyarakat diperbolehkan mengikuti kegiatan kampanye sebagai peserta kampanye.
LARANGAN DAN KAMPANYE
Dalam pasal 84 Undang-undang 10 Tahun 2008 telah diatur tentang pelaksana, peserta dan petugas kampanye, Dalam ayat (2), antara lain disebutkan bahwa pelaksana kampanye dalam kegiatan kampanye dilarang mengikutsertakan PNS. Dalam ayat (4), dinyatakan sebagai peserta kampanye PNS dilarang menggunakan atribut partai atau atribut PNS. Dan dalam ayat (5), ditegaskan sebagai peserta kampanye PNS dilarang mengerahkan PNS di lingkungan kerjanya dan dilarang menggunakan fasilitas negara.
LARANGAN DAN KAMPANYE
Dalam pasal 84 Undang-undang 10 Tahun 2008 telah diatur tentang pelaksana, peserta dan petugas kampanye, Dalam ayat (2), antara lain disebutkan bahwa pelaksana kampanye dalam kegiatan kampanye dilarang mengikutsertakan PNS. Dalam ayat (4), dinyatakan sebagai peserta kampanye PNS dilarang menggunakan atribut partai atau atribut PNS. Dan dalam ayat (5), ditegaskan sebagai peserta kampanye PNS dilarang mengerahkan PNS di lingkungan kerjanya dan dilarang menggunakan fasilitas negara.
Dari kutipan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa PNS dapat menjadi peserta kampanye dengan beberapa persyaratan. Namun dilarang sebagai pelaksana kampanye. Ketentuan tentang PNS sebagai peserta kampanye dipertegas pula dalam Undang-undang 42 Tahun 2008 pada pasal 41 ayat (1) huruf e, ayat (4), dan ayat (5). Dalam undang-undang yang sama pasal 43, dinyatakan pula bahwa pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye.
Jika PNS diperbolehkan sebagai peserta kampanye sebagaimana disebutkan di atas, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu tentang larangan bagi PNS sebagai peserta kampanye. Larangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
• Mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI);
• Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan NKRI;
• Menghina seseorang, agama atau suku, ras, golongan, calon dan atau peserta Pemilu yang lain;
• Menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
• Mengganggu ketertiban umum;
• Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan atau peserta Pemilu yang lain
• Merusak dan atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta Pemilu;
• Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
• Membawa atau menggunakan tanda gambar dan atau atribut lain selain dari tanda gambar dan atau atribut peserta Pemilu yang bersangkutan; dan
• Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye.
Selain itu beberapa larangan yang langsung berkaitan dengan PNS peserta kampanye, yaitu:
• Dilarang menggunakan atribut partai atau pakaian seragam dan atribut PNS;
• Dilarang mengerahkan PNS dilingkungan kerjanya, dan dilarang menggunakan fasilitas negara;
• Tidak memihak dan memberikan dukungan kepada Parpol, calon Legislatif, calon Presiden, dan calon Wakil Presiden;
• Tidak boleh menjadi Tim Sukses dari Parpol, calon Legislatif, calon Presiden, dan calon Wakil Presiden;
• Tidak boleh mengikuti kampanye pada waktu jam kerja;
• Tidak boleh menyimpan dan menempelkan dokumen, atribut, atau benda lain yang menggambarkan identitas Parpol, calon Legislatif, calon Presiden, dan calon Wakil Presiden;
• Dilarang melakukan tindakan atau pernyataan yang dilakukan secara resmi yang bertujuan mendukung Parpol, calon Legislatif, calon Presiden, dan calon Wakil Presiden.
Berkaitan dengan sikap PNS yang terlibat dalam pencalonan legislatif seperti yang ditentukan dalam Pasal 12 huruf k Undang-undang 10 Tahun 2008, bahwa untuk menjadi anggota DPD, antara lain dinyatakan PNS harus mengundurkan diri sebagai PNS yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan yang tidak dapat ditarik kembali. Begitupun untuk menjadi anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, PNS harus mengundurkan diri sebagai PNS yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan yang tidak dapat ditarik kembali.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 secara tegas menyebutkan, bahwa PNS dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan sebagai PNS. Lebih lanjut
dinyatakan, bahwa PNS yang akan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri sebagai PNS. Dan PNS yang mengundurkan diri, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. Sedangkan PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus parpol tanpa mengundurkan diri sebagai PNS, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS.
SANKSI DAN PERAN PEJABAT PEMBINA KEPEGAWAIAN
PNS yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan ketentuan sebagaimana yang disebutkan di atas, dijatuhi hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pejabat Pembina Kepegawaian instansi pusat dan daerah bertanggungjawab untuk segera mengambil tindakan apabila terdapat PNS dilingkungannya yang melakukan pelanggaran terhadap netralitas PNS.
Berkaitan dengan prinsip netralitas PNS dalam Pemilu, baik untuk Pemilu calon Legislatif maupun calon Presiden dan Wakil Presiden, semua Pejabat Pembina Kepegawaian instansi pusat dan daerah bertanggungjawab mensosialisasikan ketentuan prinsip netralitas tersebut bagi semua PNS dilingkungannya. Pejabat Pembina Kepegawaian diharapkan juga turut mengawasi implementasi peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam pemilihan umum calon Legislatif, calon Presiden dan Wakil Presiden.
HARAPAN
Pemilhan Umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat bertujuan untuk menghasilkan
pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Sebagaimana makna “kedaulatan berada di tangan rakyat”, dalam hal ini rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil-wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.
Semoga apa yang menjadi cita- cita Bangsa sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 dapat tercapai untuk kemajuan bangsa, sehingga Indonesia dapat disejajarkan dengan negara-negara maju di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar