ayat di atas merupakan ajakan untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya dengan berbasis hujah, atau argumentasi. Sebuah ayat untuk menegaskan bahwa kehidupan keberagamaan seseorang harus dibangun berdasarkan argumentasi yang kuat, melalui ketajaman mata hati, atau basirah. Semakin luas dan tajam basirah seseorang, semakin serius pula amaliah dan praktik keberagamaannya. Keikhlasan dan keistikamahan akan lahir dengan sendirinya. Dalam ayat di atas, Allah mendampingkan proses kewajiban dakwah dengan basirah sebagai sebuah kewajiban syari yang dituntut oleh Islam.
Ibnu Katsir mengidentifikasi basirah sebagai sebuah keyakinan yang berlandaskan argumentasi syari dan aqli yang kokoh, serta tidak taklid buta. Menurut Syaukani, basirah adalah pengetahuan yang mampu memilah yang hak dari yang batil, benar dari salah, dan begitu seterusnya. Untuk mendapati ketajaman basirah, banyak amaliah yang harus dipenuhi.
Pertama, adanya sebuah kesadaran niat yang benar. Karena, niat yang salah akan turut mempengaruhi kinerja dan mengakibatkan kerja yang asal-asalan. Terlebih, ibadah dan amaliah ketaatan cenderung naik turun. Inilah rahasianya mengapa setiap amal dalam Islam harus didasari niat yang benar dan tulus karena Allah.
Kedua, untuk menajamkan basirah, mutlak seseorang harus tobat secara sungguh-sungguh. (QS At-Tahrim [66]: 8).
Ketiga, menyisihkan hasrat dunia dengan tak tebersit untuk menabung banyak dosa dan maksiat. (QS Al-Hujurat [49]: 11).
Keempat, serius menjaga amalan wajib dan menghidupkan yang sunah (QS Thoha [20]: 90).
Kelima, menghidupkan waktu terutama di malam hari dengan banyak berzikir dan bermuhasabah. Siang banyak berbuat kebajikan dan malam tidak dihabiskan dengan tidur. "Sesungguhnya, mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat dengan ihsan. Di dunia, mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam. Dan, selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar". (QS Adz-Dzariyat [51]: 16-18).
Hal lain adalah menumbuhkan rasa takut terhadap hisab akhirat. Selain itu, perlu melatih ketekunan, kesabaran, dan kokoh terhadap gempuran godaan. Dari titik inilah, seseorang secara perlahan akan memiliki ketajaman mata hati (basirah) sehingga amaliah dakwahnya akan senantiasa dinamis dan cerdas mencari kreativitas baru dalam berdakwah. Contoh sosok yang memiliki basirah mengagumkan adalah Nabi Nuh AS. Di tengah penolakan kaumnya, ia tetap mencari terobosan baru dalam berdakwah. Ia tetap komit dan tegar, bahkan mencari alternatif sarana dakwah yang beragam sesuai dengan kondisi dan tuntutan kaumnya.[Red: Budi Raharjo Rep: Oleh Ustaz Muhammad Arifin Ilham]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar