Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian mengenai fase-fase belajar, tipe-tipe kegiatan belajar, dan hierarki belajar. Dalam penelitiannya ia banyak menggunakan materi matematika sebagai medium untuk menguji penerapan teorinya. Di dalam teorinya Gagne juga mengemukakan suatu klasifikasi dari objek-objek yang dipelajari di dalam matematika.
1. Objek-objek pembelajaran matematika
Menurut Gagne, secara garis besar ada dua macam objek yang dipelajari siswa dalam matematika, yaitu objek-objek langsung (direct objects) dan objek-objek tak langsung (indirect objects). Objek-objek langsung dari pembelajaran matematika terdiri atas fakta-fakta matematika, keterampilan-keterampilan (prosedur-prosedur) matematika, konsep-konsep matematika, dan prinsip-prinsip matematika.
Objek-objek tak langsung dari pembelajaran matematika meliputi kemampuan berpikir logis, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berpikir analitis, sikap positif terhadap matematika, ketelitian, ketekunan, kedisiplinan, dan hal-hal lain yang secara implisit akan dipelajari jika siswa mempelajari matematika.
Penjelasan tentang objek-objek langsung dari matematika:
a. Fakta-fakta matematika adalah konvensi-konvensi (kesepakatan) dalam matematika yang dimasukkan untuk memperlancar pembicaraan-pembicaraan di dalam matematika, seperti lambang-lambang yang ada dalam matematika. Kesepakatan bahwa pada garis bilangan yang horisontal, arah ke kanan menunjukkan bilangan-bilangan yang semakin besar sedangkan arah ke kiri menunjukkan bilangan-bilangan yang semakin kecil, dan sebagainya.
Di dalam matematika, fakta merupakan sesuatu yang harus diterima begitu saja, karena itu sekadar merupakan kesepakatan. Misalnya, lambang untuk bilangan lima adalah “5” (dalam sistem lambang bilangan Hindu-Arab) atau “V” (dalam sistem lambang bilangan Romawi). Juga, lambang “+” adalah lambang untuk operasi penjumlahan, dan lambang “A Ç B” adalah lambang untuk irisan antara himpunan A dan himpunan B. Di dalam matematika, tidak lagi dipersoalkan mengapa lambang untuk bilangan lima adalah “5” (dalam sistem Hindu-Arab), dan bukannya lambang yang lain. Juga, tidak lagi dipersoalkan mengapa lambang untuk irisan dua himpunan adalah “Ç” , dan bukannya lambang yang lain. Menurut Gagne, fakta hanya bisa dipelajari dengan dipakai berulang-ulang dan dihafal.
b. Keterampilan-keterampilan matematika adalah operasi-operasi dan prosedur-prosedur dalam matematika, yang masing-masing merupakan suatu proses untuk mencari (memperoleh) sesuatu hasil tertentu. Contoh keterampilan matematika adalah proses mencari jumlah dua bilangan, proses mencari kelipatan persekutuan terkecil dari dua bilangan, proses mencari turunan (derivatif) suatu fungsi, proses mencari akar (penyelesaian) suatu persamaan, dan sebagainya.
c. Konsep-konsep matematika. Konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan orang untuk mengklasifikasikan apakah sesuatu objek tertentu merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Suatu konsep yang berada dalam lingkup ilmu matematika disebut konsep matematika. Segitiga, persegipanjang, persamaan, pertidaksamaan, bilangan cacah, dan bilangan prima masing-masing merupakan sebuah konsep matematika. Demikian pula relasi, fungsi, peubah, konstanta, segitiga samakaki, dan lain-lain, masing-masing adalah sebuah konsep matematika.
d. Prinsip-prinsip matematika. Prinsip adalah suatu pernyataan yang bernilai benar, yang memuat dua konsep atau lebih dan menyatakan hubungan antara konsep-konsep tersebut. Beberapa contoh prinsip dalam matematika (disebut juga prinsip matematika):
1) Hasilkali dua bilangan p dan q sama dengan nol bila hanya bila p=0 atau q = 0. Prinsip ini juga dapat ditulis dengan lambang-lambang matematika, sebagai berikut:
p.q = 0 Û p = 0 atau q = 0
2) Pada setiap segitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi miring sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi siku-siku.
2. Fase-fase kegiatan belajar
Menurut Gagne, setiap kegiatan belajar terdiri atas empat fase yang terjadi secara berurutan, yaitu:
a. Fase aprehensi (apprehention phase).Pada fase ini siswa menyadari adanya stimulus yang terkait dengan kegiatan belajar yang akan ia lakukan. Dalam pelajaran matematika, stimulus tersebut bisa berupa materi pelajaran yang terletak pada halaman sebuah buku, sebuah soal yang diberikan oleh guru sebagai pekerjaan rumah, atau bisa juga seperangkat alat peraga yang berguna untuk pemahaman konsep tertentu. Pada fase ini, siswa melakukan pencermatan terhadap stimulus tersebut, antara lain dengan mencermati ciri-ciri dari stimulus tersebut dan mengamati hal-hal yang ia anggap menarik atau penting.
b. Fase akuisisi (acquisition phase). Pada fase ini siswa melakukan akuisisi (pemerolehan, penyerapan, atau internalisasi) terhadap berbagai fakta, keterampilan, konsep, atau prinsip yang menjadi sasaran dari kegiatan belajar tersebut.
c. Fase penyimpanan (storage phase). Pada fase ini siswa menyimpan hasil-hasil kegiatan belajar yang telah ia peroleh dalam ingatan jangka pendek (short-term memory) dan ingatan jangka panjang (long-term memory).
d. Fase pemanggilan (retrieval phase). Pada fase ini siswa berusaha memanggil kembali hasil-hasil dari kegiatan belajar yang telah ia peroleh dan telah disimpan dalam ingatan, baik itu yang menyangkut fakta, keterampilan, konsep, maupun prinsip. Pemanggilan kembali pengetahuan yang telah diperoleh itu dilakukan pada saat siswa mengerjakan soal-soal latihan, di mana ia harus mengingat kembali berbagai hal tertentu yang telah ia pelajari agar ia dapat mengerjakan soal-soal latihan tersebut, pada saat ia menempuh tes atau ulangan, atau pada saat ia mempelajari bagian-bagian tertentu dari materi pembelajaran yang ada kaitannya dengan materi-materi tertentu yang telah ia pelajari sebelumnya.
Agar kegiatan belajar siswa dapat berlangsung dengan optimal, keempat fase tersebut harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Maksudnya ialah, sebelum siswa mempelajari sesuatu materi yang baru, siswa perlu menyadari adanya materi yang baru tersebut dan berusaha mencermati materi itu dengan sebaik-baiknya (fase aprehensi). Kemudian, sesudah itu siswa harus aktif mempelajari materi yang baru tersebut baik secara individual, bersama dengan guru, maupun bersama-sama dengan siswa-siswa yang lain agar fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip yang menjadi sasaran kegiatan belajar dapat ia pahami dan ia internalisasikan dengan sebaik-baiknya (fase akuisisi).
Hasil belajar yang telah diperoleh melalui kegiatan belajar secara aktif tersebut otomatis akan tersimpan dengan baik dalam ingatan siswa (fase penyimpanan).
Selanjutnya, agar hasil belajar yang telah disimpan tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan, siswa perlu berlatih untuk memanggil kembali hasil-hasil belajar yang telah diperoleh tersebut dengan melalui latihan-latihan soal, ulangan-ulangan, atau dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru. Kegiatan-kegiatan ini, selain berperan sebagai latihan untuk pemanggilan kembali hasil-hasil belajar yang telah diperoleh, juga dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan materi-materi tertentu yang sebelumnya belum dipahami atau dikuasai dengan baik. Di samping itu, latihan-latihan pemanggilan kembali tersebut juga akan menyempurnakan proses penyimpanan materi-materi tersebut untuk waktu-waktu selanjutnya. Dari keseluruhan uraian ini tampak pula bahwa fase akuisisi, fase penyimpanan, dan fase pemanggilan kembali merupakan fase-fase yang terkait erat satu sama lain, sehingga sekalipun ketiganya dapat dibedakan, dalam proses pembelajaran ketiganya tidak selalu dapat dipisahkan secara tegas satu dengan yang lain. Seperti telah diuraikan tadi, pelaksanaan fase yang satu akan berpengaruh terhadap pelaksanaan fase-fase yang lain. Sebagai contoh, jika fase akuisisi terlaksana dengan baik, fase penyimpanan pun akan terlaksana dengan baik pula. Selanjutnya, jika fase penyimpanan terlaksana dengan baik, fase pemanggilan kembali juga akan terlaksana dengan lancar.
3. Jenis-jenis (tipe-tipe belajar)
Menurut Gagne, kegiatan belajar manusia dapat dibedakan atas 8 jenis, dari jenis belajar yang paling sederhana, yaitu belajar isyarat (signal learning) sampai jenis belajar yang paling kompleks, yaitu pemecahan masalah (problem solving). Kedelapan jenis belajar tersebut adalah: belajar isyarat (signal learning), belajar stimulus – respons (stimulus – response learning), rangkaian gerakan (chaining),rangkaian verbal (verbal association),belajar membedakan (discrimination learning), belajar konsep (concept learning), belajar aturan (rule learning), dan pemecahan masalah (problem solving).
Jenis belajar 1: Belajar isyarat
Belajar isyarat adalah kegiatan yang terjadi secara tidak disadari, sebagai akibat dari adanya suatu stimulus tertentu. Sebagai contoh, jika seseorang siswa mendapatkan komentar bernada positip dari guru matematika, secara tidak disadari siswa itu akan cenderung menyukai pelajaran matematika. Sebaliknya, jika seseorang siswa mendapat sesuatu komentar yang bernada negatif dari seorang guru, secara tidak disadari siswa itu akan cenderung tidak menyukai pelajaran yang dipegang oleh guru tersebut.
Jenis belajar 2 : Belajar stimulus-respons
Belajar stimulus-respons adalah kegiatan belajar yang terjadi secara disadari, yang berupa dilakukannya sesuatu kegiatan fisik sebagai suatu reaksi atas adanya suatu stimulus tertentu. Kegiatan fisik yang dilakukan tersebut adalah kegiatan fisik yang di masa lalu memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi orang yang bersangkutan. Sebagai contoh, pada waktu para siswa diberi suatu tugas dari guru yang hasilnya harus dikumpulkan, seseorang siswa mungkin secara sadar berusaha untuk menuliskan hasil pelaksanaan tugas itu dengan rapi, sebab, menurut pengalaman yang ia miliki di masa lalu, suatu pekerjaan yang ditulis dengan rapi cenderung mendapatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak ditulis dengan rapi, sekalipun isi kedua pekerjaan itu sama.
Jenis belajar 3 : Rangkaian gerakan
Rangkaian gerakan merupakan kegiatan yang terdiri atas dua gerakan fisik atau lebih yang dirangkai menjadi satu secara berurutan, dalam upaya untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu. Sebagai contoh, kegiatan melukis garis bagi pada suatu sudut merupakan suatu kegiatan yang terdiri atas beberapa gerakan fisik yang dilakukan secara berurutan, sejak dari pembuatan suatu busur lingkaran yang berpusat di titik tersebut sampai perbuatan garis bagi yang dimaksud.
Jenis belajar 4 : Rangkaian verbal
Rangkaian verbal merupakan kegiatan merangkai kata-kata atau kalimat-kalimat secara bermakna, termasuk menghubungkan kata-kata atau kalimat-kalimat dengan objek-objek tertentu. Misalnya, kegiatan mendeskripsikan sifat-sifat suatu bangun geometri (persegipanjang, belahketupat, dan lain-lain) kegiatan menyebutkan nama benda-benda tertentu dan sebagainya.
Jenis belajar 5 : Belajar membedakan
Belajar membedakan merupakan kegiatan mengamati perbedaan antara sesuatu objek yang satu dengan sesuatu objek yang lain, misalnya membedakan lambang “2” dengan lambang “5”, membedakan lambang “Ç” dengan lambang” È “ (pada pembicaraan tentang himpunan), membedakan bilangan bulat dengan bilangan cacah, membedakan konstanta dengan variabel, mencermati perbedaan antara prosedur mencari FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dengan prosedur mencari KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil), dan sebagainya.
Jenis belajar 6 : Belajar konsep
Belajar konsep adalah kegiatan mengenali sifat yang sama yang terdapat pada berbagai objek atau peristiwa, dan kemudian memperlakukan objek-objek atau peristiwa-peristiwa itu sebagai suatu kelas, disebabkan oleh adanya sifat yang sama tersebut.
Seseorang siswa dikatakan telah memahami suatu konsep apabila ia telah mampu mengenali dan mengabstraksi sifat yang sama tersebut, yang merupakan ciri khas dari konsep yang dipelajari, dan telah mampu membuat generalisasi terhadap konsep itu. Artinya, siswa telah memahami bahwa keberadaan konsep itu tidak lagi terkait dengan suatu benda konkret tertentu atau peristiwa tertentu, tetapi bersifat umum (general).
Sebagai contoh, siswa dikatakan telah memahami konsep lingkaran apabila siswa mampu mengenali keberadaan konsep lingkaran itu pada setiap benda konkret yang memang mempunyai wujud lingkaran, seperti roda, mata uang logam, tutup kaleng susu, dan sebagainya. Siswa juga mampu mengabstraksi konsep lingkaran dari berbagai benda kongkret tersebut sebagai suatu bangun datar yang memuat titik-titik yang berjarak sama dari suatu titik tertentu. Keberadaan konsep lingkaran tidak terikat sesuatu benda konkret tertentu, tetapi bersifat umum.
Jenis belajar 7 : Belajar aturan
Aturan adalah suatu pernyataan yang memberikan petunjuk kepada individu bagaimana harus bertindak dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Belajar aturan adalah kegiatan memahami pernyataan-pernyataan dan sekaligus menggunakannya pada situasi-situasi yang sesuai. Beberapa contoh aturan dalam matematika:
(1) Untuk sebarang dua bilangan real a dan b berlaku :
a x b = b x a
(2) Jika panjang jari-jari sebuah lingkaran adalah r, maka luas daerah lingkaran itu adalah p r 2
(3) Jika panjang kedua sisi siku-siku pada sebuah segitiga siku-siku adalah a dan b, dan panjang sisi miring adalah c, maka a2 + b2 = c2
Jenis belajar 8 : Pemecahan masalah
Pemecahan masalah merupakan kegiatan belajar yang paling kompleks. Suatu soal dikatakan merupakan masalah bagi seseorang apabila orang itu memahami soal tersebut, dalam arti mengetahui apa yang diketahui dan apa yang diminta dalam soal itu, dan belum mendapatkan suatu cara yang untuk memecahkan soal itu.
Untuk dapat memecahkan suatu masalah, seseorang memerlukan pengetahuan-pengetahuan dan kemampuan-kemampuan yang ada kaitannya dengan masalah tersebut. Pengetahuan-pengetahuan dan kemampuan-kemampuan itu harus diramu dan diolah secara kreatif, dalam rangka memecahkan masalah yang bersangkutan.
Hirarki belajar
Menurut Gagne, penguasaan suatu pengetahuan atau suatu kemampuan pada umumnya membutuhkan penguasaan terhadap pengetahuan atau kemampuan prasyarat. Pengetahuan atau kemampuan prasyarat ini pun masing-masing (kemungkinan besar) memerlukan beberapa prasyarat pula, demikian seterusnya, sehingga terbentuk suatu susunan yang hirarkis dari berbagai pengetahuan atau kemampuan, yang disebut hirarki belajar.
Bila pengetahuan atau kemampuan prasyarat tersebut belum dikuasai oleh seseorang, orang tersebut tidak bisa menguasai pengetahuan atau kemampuan yang dituju. Hal ini sangat relevan untuk pembelajaran matematika. Materi-materi pembelajaran matematika pada umumnya tersusun secara hirarkis; materi yang satu merupakan prasyarat untuk materi berikutnya. Seorang siswa tidak bisa mempelajari sesuatu materi tertentu apabila materi-materi yang merupakan prasyarat belum dikuasai. Sebagai contoh, seorang siswa akan mengalami kesulitan dalam mempelajari perkalian bilangan cacah apabila ia belum menguasai penjumlahan bilangan cacah. Hal ini dikarenakan materi penjumlahan bilangan cacah merupakan prasyarat untuk perkalian bilangan cacah. Banyak siswa di sekolah-sekolah kita mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika karena materi-materi atau kemampuan-kemampuan prasyarat untuk hal-hal yang dipelajari belum dikuasai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar