Dua tokoh pendidikan matematika dari Belanda , yaitu Pierre van Hiele dan isterinya, Dian van Hiele-Geldof, pada tahun-tahun 1957 sampai 1959 mengajukan suatu teori mengenai proses perkembangan yang dilalui para siswa dalam mempelajari geometri. Dalam teori yang mereka kemukakan, mereka berpendapat bahwa dalam mempelajari geometri para siswa mengalami perkembangan kemampuan berpikir dengan melalui tingkat-tingkat berikut:
Tingkat 1: Tingkat Visualisasi
Tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan, sesuatu yang wholistic. Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu bahwa suatu bangun bernama persegipanjang, tetapi ia belum menyadari ciri-ciri dari bangun yang bernama persegipanjang tersebut.
Tingkat 2 : Tingkat Analisis
Tingkat ini sering disebut juga tingkat deskriptif. Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah bisa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut.
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa suatu bangun merupakan persegipanjang karena bangun itu “mempunyai empat sisi, sisi-sisi yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya siku-siku”.
Tingkat 3. Tingkat Abstraksi
Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional. Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antara ciri yang satu dan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu juga sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudah memahami perlunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tingkat ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.
Tingkat 4 : Tingkat deduksi formal
Pada tingkat ini siswa sudah memahami peranan pengertian-pengertian pangkat, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan teorema-teorema pada geometri. Pada tingkat ini siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut.
Tingkat 5 : Tingkat Rigor
Tingkat ini disebut juga tingkat metamatematis. Pada tingkat ini, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri.
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa menyadari bahwa jika salah satu aksioma pada suatu sistem geometri diubah, maka seluruh geometri tersebut juga akan berubah. Sehingga, pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami adanya geometri-geometri yang lain di samping geometri Euclides.
Menurut van Hiele, semua anak mempelajari geometri dengan melalui tingkat-tingkat tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak dimungkinkan adanya tingkat yang diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa mulai memasuki sesuatu tingkat yang baru tidak selalu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.
Selain itu, menurut van Hiele, proses perkembangan dari tingkat yang satu ke tingkat berikutnya terutama tidak ditentukan oleh umur atau kematangan biologis, tetapi lebih tergantung pada pengajaran dari guru dan proses belajar yang dilalui siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar