Senin, 24 Januari 2011

Si Tukang Kayu


Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan bangunan, konstruksi perumahan. Ia menyampaikan keinginan itu pada pemilik perusahaan. Tentu saja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah, ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya. Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu meminta permintaan terakhir pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya. Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta.
Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan. Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. "Ini adalah rumahmu, " katanya, "hadiah dari kami."
Betapa terkejutnya si tukang kayu itu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa rumah yang dikerjakannya adalah rumah untuk dirinya sendiri, tentu ia akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri. Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.
Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu, dan rumah yang sedang dibangun adalah kediaman akhir kita. Setiap hari kita memotong, memasang papan, memaku, mendirikan dinding serta membuat atap adalah ibadah dan amalan kita. Jika kita membangun dan melakukan dengan keterpaksaan karena wajib kita kerjakan atau karena tidak enak dengan lingkungan kita, maka hal itu akan membuat kita lelah menjalankannya.
Ada diantara kita yang karena tahu akan menghakhiri purna tugasnya, justru melakukan pekerjaan ala kadarnya dan tidak sepenuh hati. Ironisnya, sebagian malah baru mau beribadah untuk mengingat Allah bila telah memasuki usia senja, itu masih lumayang. Lebih celaka jika usia telah matang dan modal materi sangat cukup malah sedang getol-getolnya maksiat. Pesan yang dapat diambil adalah mari kita selesaikan rumah yang kita bangun dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya memiliki waktu singkat, maka dalam kesingkatan itu kita pantas untuk hidup dengan prestasi duniawi dan ukhrowi. Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita perbuat hari ini.
Firman Allah dalam Surat Al Baqarah (QS. 2:100), “....Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah....”. Dalam ayat lain “...... Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. (QS.2: 158). Selanjutnya “.....Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah;...”. (QS. Al Muzzammil, 73: 20). Hari perhitungan adalah kepunyaan Allah, bukan milik kita, karenanya pastikan kitapun akan masuk dalam barisan kemenangan. Allaaha ma’al-ladziinattaqaw wal-ladzina hum muhsinuun. Amin.
Sumber : Pesan Hari Ini - www.rajaebookgratis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar