Minggu, 15 April 2012

Saya Guru yang Tidak Jujur???


Esok hari, siswa-siswa SMA kita akan menghadapi Ujian Nasional, dan seminggu kemudian, siswa-siswa SMP yang kena giliran mengikuti Ujian Nasional.

Berbagai isu kejujuran menjadi topik hangat yang melekat pada Ujian Nasional kali ini. Tidak tanggung-tanggung, isu itupun membuat pemerintah merasa perlu menegaskannya melalui POS tentang penyelenggaran Ujian Nasional.


Dalam POS Ujian Nasional yang menjadi dasar penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun 2012 ini, pemerintah merasa perlu untuk menambahkan sebuah item dalam tata tertib peserta Ujian yang tidak pernah ada dalam tata tertib tahun-tahun sebelumnya. Butir baru tersebut berbunyi “ Setiap Peserta UN wajib menandatangani surat penyataan MENGERJAKAN UN DENGAN JUJUR”. Bahkan dalam POS tersebut, juga tercetak dalam huruf kapital sebuah kalimat yang harus ditempel pada ruang UN, yaitu “DILARANG MASUK SELAIN PENGAWAS DAN PESERTA”.

Berangkat dari pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya, maka kekhawatiran pemerintah akan kejujuran pelaksanaan Ujian Nasional tahun ini memang sangat beralasan. Bahkan saya mendapat informasi bahwa pejabat-pejabat pendidikan, seperti Kepala Sekolah, Kepala UPT, Kepala Dinas, Ketua dewan Pendidikan, dan lain-lain diambil sumpahnya untuk menyelenggarakan UN JUJUR dan BERPRESTASI.

Akankah penyelenggaraan UN tahun ini akan benar-benar berlangsung JUJUR di semua sekolah dari pelosok hingga kota? Saya termasuk yang pesimis akan hal tersebut, sebab rancangan ketidakjujuran sudah dimulai oleh sekolah saat pemberian nilai raport dan nilai US. Bagi saya, dasar pertimbangannya sangat masuk akal “Biarkan siswa tidak lulus karena UN, asal jangan tidak lulus karena Nilai Sekolah”. Sekalipun batin saya sebetulnya tidak dapat menerima hal tersebut, sebab sebagai seorang guru, saya berharap semuanya berlangsung apa adanya.

Sebagai seorang guru, saya sangat berharap akan kejujuran tersebut. Karena dengan kejujuran itulah yang akan membuat siswa kita berusaha untuk belajar dengan giat dan memberikan perhatian sempurna terhadap arahan dan bimbingan gurunya. Tanpa adanya kejujuran itu, siswa akan acuh tak acuh terhadap arahan dan bimbingan dari gurunya.

Akibat dari beberapa ketidakjujuran pada tahun-tahun sebelumnya, saya merasakan betul betapa kurangnya perhatian siswa terhadap arahan dan bimbingan guru. Siswa sepertinya sudah tidak merasa perlu lagi akan yang namanya belajar.

Kepercayaan kepada guru pun mulai berkurang. Soal UN yang nota bene adalah alat bagi guru untuk memantau keberhasilan siswanya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sudah tidak boleh disentuh oleh guru lagi, pemerintah lebih mempercayai pihak kepolisian sebagai pengaman soal UN. Guru-guru mata pelajaran UN juga dilarang untuk berada di tempat ujian saat UN berlangsung. Sebagai guru mata pelajaran UN (saya mengajar Matematika) saya pun merasa kurang dipercaya, atau lebihnya saya merasa bahwa saya dianggap Guru yang Tidak Jujur.

Semula saya mendukung bahwa UN sebaiknya dikembalikan kepada Guru. Namun ketika para pelaksana pendidikan di daerah melawan hal tersebut dengan Ketidakjujuran, maka saya pun mulai berpikir ulang. Akankah ketika UN dikembalikan kepada, maka UN jujur akan terlaksana?

Saya menjadi linglung ketika memikirkan jawaban hal tersebut, berbagai kepentingan sepertinya akan tetap mewadahi setiap penyelenggaran UN, baik UN oleh Pemerintah maupun UN oleh Sekolah.

Lantas bagaimana sebaiknya????

Tidak ada komentar:

Posting Komentar