Rabu, 14 Desember 2011

Teori Belajar : Teori Piaget


Menurut Piaget, manusia tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio-emosional, dan perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
          Adatiga aspek perkembangan intelektual yaitu struktur, isi, dan fungsi. Struktur atau skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Isi merupakan pola perilaku khas anak yang tercermin pada responnya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapi. Sedangkan fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan-kemajuan intelektual. Fungsi itu sendiri terdiri dari organisasidan adaptasi
          Organisasi memberikan organisme kemampuan untuk meng-organisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan.
          Fungsi kedua yang melandasi perkembangan intelektual adalah adaptasi. Semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan mereka. Cara beradaptasi ini berbeda antara organisme yang satu dengan organisme yang lain. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Sedangkan dalam proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan lingkungannya.
             Piaget mengemukakan dalam teorinya bahwa kemampuan kognitif manusia berkembang menurut empat tahap, dari lahir sampai dewasa. Tahap-tahap tersebut beserta urutannya berlaku untuk semua orang, akan tetapi usia pada saat seseorang mulai memasuki sesuatu tahapan tertentu tidak selalu sama untuk setiap orang.



Keempat tahap tersebut adalah sebagai berikut.
1.  Tahap sensori-motor (sensory-motor stage):
      Tahap sensori motor berlangsung sejak manusia lahir sampai berusia sekitar 2 tahun. Pada tahap ini pemahaman anak mengenai berbagai hal terutama bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh beserta alat-alat indera. Sebagai contoh, pada tahap ini anak tahu bahwa di dekatnya ada sesuatu barang mainan kalau ia menyentuh barang itu. Pada tahap ini, tanpa menggunakan kegiatan tubuh atau indera, anak belum bisa memahami sesuatu.

2.  Tahap pra-operasional (pre-operational stage):
    Tahap pra-operasional berlangsung dari kira-kira usia 2 tahun sampai 7 tahun. Pada tahap ini, dalam memahami segala sesuatu anak tidak lagi hanya bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh atau inderanya, dalam arti, anak sudah menggunakan pemikirannya dalam berbagai hal. Akan tetapi, pada tahap ini pemikiran si anak masih bersifat egosentris; artinya, pemahamannya mengenai berbagai hal masih terpusat pada dirinya sendiri. Pada tahap ini anak berpikir bahwa orang-orang lain mempunyai pemikiran dan perasaan seperti yang ia alami. Dengan kata lain, pada tahap ini anak belum bisa berpikir secara objektif, lepas dari dirinya sendiri.
Pada tahap ini, anak masih kesulitan dalam melakukan pembalikan pemikiran (reversing thought). Juga pada tahap ini anak masih mengalami kesulitan dalam berpikir secara induktif ataupun deduktif, tetapi pada tahap ini anak cenderung berpikir transduktif (dari hal khusus ke hal khusus yang lain), sehingga cara berpikirnya belum tampak logis.


3.  Tahap operasi konkret  (concrete-opertional stage)
             Tahap ini berlangsung kira-kira dari usia 7 sampai 12 tahun. Pada tahap ini tingkat egosentris anak sudah berkurang, dalam arti bahwa anak sudah dapat memahami bahwa orang lain mungkin memiliki pikiran atau perasaan yang berbeda dari dirinya. Dengan kata lain, anak sudah bisa berpikir secara obyektif. Pada tahap ini anak juga sudah bisa berpikir logis tentang berbagai hal, termasuk hal yang agak rumit, tetapi dengan syarat bahwa hal-hal tersebut disajikan secar kongkret (disajikan dalam wujud yang bisa ditangkap dengan panca indera. Tanpa adanya benda-benda kongkret, anak akan mengalami kesulitan dalam memahami banyak hal dan dalam berpikir logis. Sehingga, untuk anak yang berada dalam tahap ini, pengajaran lebih ditekankan pada hal-hal yang bersifat verbal.

4.  Tahap  operasi formal (formal operational  stage)
             Tahap ini berlangsung kira-kira sejak usia 12 tahun ke atas. Pada tahap ini anak atau orang sudah mampu berpikir secara logis tanpa kehadiran benda-benda kongkret; dengan kata lain anak sudah mampu melakukan abstraksi. Akan tetapi, perkembangan dari tahap operasi kongkret ke tahap ini tidak terjadi secara mendadak, ataupun berlangsung sempurna. Tetapi terjadi secara gradual. Sehingga bisa terjadi pada tahun-tahun pertama ketika si anak berada pada tahap ini. Kemampuan anak dalam berpikir secara abstrak masih belum berkembang sepenuhnya, sehingga dalam berbagai hal, si anak mungkin masih memerlukan bantuan alat peraga.
             Di samping itu, ada cukup banyak anak yang memasuki tahap ini lebih lambat daripada anak lainnya. Dengan demikian ada kemungkinan, sekalipun anak sudah berada di bangku SMP, perkembangan kemampuan berpikirnya masih berada pada tahap operasi kongkret. Untuk anak yang seperti ini, pembelajaran yang hanya menekankan pada simbol-simbol dan hal-hal yang bersifat verbal akan sulit dipahami. Oleh karena itu guru perlu memperhatikan secara seksama kemampuan berpikir tiap-tiap siswa, sekalipun usia mereka relatif sama. Agar guru bisa memberikan perlakuan yang sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berpikirnya.
             Teori Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kemampuan intelektual manusia terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti:
1.     Kematangan (maturation), yaitu pertumbuhan otak dan sitem syaraf manusia karena bertambahnya usia, dari lahir sampai dewasa.
2.    Pengalaman (experience),  yang terdiri dari
a.    pengalaman fisik, yaitu interaksi manusia dengan objek-objek di lingkungannya.
b.    Pengalaman logiko-matematis, yaitu kegiatan-kegiatan pikiran yang dilakukan manusia yang bersangkutan
3.    Transmisi sosial, yaitu interaksi dan kerja sama yang dilakukan oleh manusia dengan manusia lainnya.
4.    Penyeimbangan (equilibration), yaitu proses struktur mental (struktur kognitif) manusia kehilangan keseimbangan sebagai akibat dari adanya pengalaman-pengalaman atau pembelajaran-pembelajaran baru, kemudian berusaha untuk mencapai keseimbangan baru dengan melalui poses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses di mana informasi-informasi dan pengalaman-pengalaman baru ‘diserap’ (dimasukkan) ke dalam struktur kognitif manusia, sedangkan akomodasi adalah penyesuaian pada struktur kognitif manusia sebagai akibat dari adanya informasi-informasi dan pengalaman-pengalaman baru yang diserap.
Adaptasi merupakan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Jika dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi, maka terjadi ketidakseimbangan (disequili-brium). Akibat ketidakseimbangan ini terjadi akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau timbul struktur baru, barulah terjadi equilibrium. Setelah terjadi equilibrium, seseorang berada pada tingkat kognitif yang lebih tinggi dari sebelumnya dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya.

          Pemanfaatan teori Piaget dalam pembelajaran dapat dilihat pada pernyataan di bawah ini.
  • Memusatkan pada proses berpikir atau proses mental, dan bukan sekedar pada hasilnya. Di samping kebenaran siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban itu.
  • Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas, penyajian pengetahuan jadi (ready made) tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya.
  • Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda.


             Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran itu memuaskan perhatian kepada berpikir atau proses mental anak, yang tidak sekedar kepada hasilnya, mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran, dan memaklumi perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangannya.
             Bagi guru matematika, teori Piaget jelas sangat relevan, karena dengan menggunakan teori itu, guru akan bisa mengetahui adanya tahap-tahap perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir anak-anak di kelas atau di sekolahnya. Dengan demikian guru bisa memberikan perlakuan yang tepat bagi para siswanya, misalnya dalam memilih cara penyampaian materi bagi siswa, penyediaan alat-alat peraga, dan sebagainya, sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa masing-masing. Selain itu guru matematika di SMP perlu mencermati apakah simbol-simbol matematika yang digunakan guru dalam mengajar cukup mudah dipahami siswa atau tidak, dengan mengingat tingkat kemampuan berpikir yang dimiliki oleh masing-masing siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar