Penduduk lanjut usia (lansia) Indonesia diprediksi akan tumbuh berlipat ganda dalam dua dekade mendatang seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup.
Percepatan pertumbuhan penduduk usia balita yang sering disebut post-war baby boom di Indonesia yang terjadi pada dekade 1960-1970-an diperkirakan akan mengakibatkan percepatan penduduk lanjut usia (age–population boom). Generasi yang lahir pada era 1960- 1970-an, pada 2010-2020 akan memasuki tahap pralansia dan kemudian menjadi lansia.Banyak hal yang harus disikapi untuk menghadapi permasalahan lansia di masa mendatang.
Karena itu perlu peran serta masyarakat baik secara perorangan, kelompok, maupun secara organisasi untuk secara sinergi menghadapi persoalan kelanjutusiaan. Terus tumbuhnya populasi lansia di Indonesia dikhawatirkan juga akan membuat angka beban ketergantungan (dependency ratio) semakin besar. Hal ini menjadikan Indonesia terancam triple burden berupa jumlah kelahiran bayi yang masih tinggi, masih dominannya penduduk muda, dan jumlah lansia yang terus meningkat.
Kondisi ini apabila tidak segera dicarikan solusi agar lansia tetap produktif, tidak mustahil akan menjadi sebuah persoalan sosial yang serius. Secara kualitatif, masalah sosial yang dialami para lansia ialah menyangkut berbagai segi kehidupan seperti menurunnya tingkat kesehatan, terbatasnya berbagai kesempatan, dan menurunnya fungsi serta peran sosial di masyarakat.
Selama ini para lansia telantar pada umumnya berpendidikan rendah, tidak mempunyai keterampilan untuk bekal hidup, dan bekerja menambah penghasilan, bahkan tidak mempunyai sanak keluarga yang dapat memenuhi kehidupannya secara layak. Karena itu, tidak jarang lansia kurang mendapatkan kepedulian pelayanan, pembinaan, serta perhatian sehingga secara psikologis merasa dirinya disisihkan.
Padahal mereka masih memiliki potensi seperti kearifan, pengalaman, dan pengaruh yang sangat berguna bagi keluarga maupun masyarakat. Kondisi yang cukup memprihatinkan, sebagian besar lansia tidak memiliki jaminan sosial,yang dapat menjamin menjalani masa tuanya dengan kondisi yang lebih baik dan sejahtera. Karena itu,perlu ada pemikiran bagaimana agar lansia dapat aktif dan mandiri.
Padahal, memperoleh akses pelayanan kesehatan, memiliki peluang dalam kegiatan pembangunan, memiliki jaminan sosial di hari tua (tiga aspek Active Ageing sudah tertera dalam UU No 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia. “Ada UU Sistem Jaminan Sosial yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja.
Nanti pada 2014, pemerintah akan memberlakukan program yang bisa meng-cover seluruh masyarakat Indonesia mulai dari jaminan kesehatan terlebih dahulu,” ungkap Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Sugiri Syarief kepada SINDO. Selain masalah jaminan hari tua, berbagai upaya memang perlu dilakukan agar para lansia atau yang kerap disebut “kaum perak”ini tetap merasa tidak tersisih.
Sebut saja program Silver College (SC) yang diusulkan Pembina Gerakan Nasional Lansia Peduli (GNLP) Haryono Suyono pada acara pencanangan GNLP akhir Desember 2011. Para calon lansia dan lansia dapat belajar kembali menjadi lansia yang efektif dan mempersiapkan diri memilih kegiatan yang menyenangkan. Hal ini diharapkan bisa membuat hidup mereka lebih tenteram dan sejahtera serta sejauh mungkin tidak terlalu bergantung pada orang atau lembaga lain.
Dijelaskan mantan Kepala BKKBN ini, program SC akan mempersiapkan calon lansia dan keluarganya secara dini agar tidak terkejut saat menjadi lansia atau ada anggota keluarganya menjadi lansia. Program ini akan memberikan pembekalan atau pemberdayaan kepada keluarga lansia dan lansia untuk menjadi lansia yang efektif dan produktif, tetapi bergerak dalam masyarakat sebagai agent of development sehingga menambah kebanggaan kepada diri sendiri dan keluarganya.
“Meski demikian, apabila diperlukan dalam keadaan keluarga masa kini yang kedua anaknya bekerja atau anakanak tidak ada lagi di dalam lingkungan keluarga, akan dikembangkan Care Giver yang bisa membantu lansia kurang mampu membantu pelayanan yang tidak bisa diselesaikan sendiri,”kata Haryono yang juga Ketua Umum Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS).
Sumber : Harian Seputar Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar