Senin, 25 April 2011

Jangan Ada Pendusta di Antara Kita


"Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit [artinya: doa dan amal mereka tidak diterima oleh Allah] dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum[artinya: mereka tidak mungkin masuk surga sebagaimana tidak mungkin masuknya unta ke lubang jarum]. Demikianlah kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka) [maksudnya: mereka terkepung dalam api neraka]. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang zalim."
(QS Al-A'raaf [7]: 40-41)

Dusta adalah pangkal segala keburukan
            Dusta merupakan akhlak tercela yang paling buruk. Dalam dusta terhimpun segala keburukan dan kebusukan. Beragam penyakit seperti namimah (memfitnah), ghibah (menggunjing), dengki, hasud, takabur, permusuhan, pengkhianatan, perselingkuhan, dan lain-lain, termasuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), semuanya berasal dari dusta.
Jika jujur (shidq) adalah pangkal segala kebaikan, maka pangkal segala keburukan adalah dusta, sebab dusta melahirkan kejelekan demi kejelekan yang berujung pada kesengsaraan dan kebinasaan. Rumah tangga Samara (sakinah, mawaddah wa rahmah) pun mustahil dapat dibangun dengan dusta. Selama ada pendusta, baik itu suami atau istri, keharmonisan rumah tangga hanya menjadi mimpi atau utopia belaka. Membiarkan anak terbiasa berdusta berarti menghancurkan masa depannya. Menumbuhsuburkan pendusta, atau cuek terhadap gejala-gejala dusta, dalam sebuah organisasi, instansi, partai atau negara, berarti kita sedang menenggelamkan institusi tersebut ke dalam jurang kehancuran.
Rasulullah saw bersabda, "Hendaknya kalian selalu jujur. Sebab, kejujuran itu menghantarkan kepada kebajikan dan kebajikan itu menghantarkan kepada surga. Seseorang akan senantiasa jujur dan berusaha keras untuk jujur sampai dicatat di sisi Allah sebagai shiddiq (orang yang sangat jujur). Dan waspadalah terhadap dusta. Sebab, dusta itu menghantarkan kepada keburukan/kejahatan dan keburukan itu menghantarkan kepada neraka. Dan seseorang akan selalu dusta dan berusaha keras untuk dusta sampai dicatat di sisi Allah sebagai kadzdzaab (pendusta)" (HR Muslim no. 4721).
Dalam ayat pembuka tulisan ini disinggung bahaya dan ancaman bagi pendusta. Maka, agar rumah kita tidak seperti neraka, jangan mentolerir adanya pendusta di antara anggota keluarga kita.

Ancaman dan siksaan bagi pendusta
            Allah swt, di dalam ayat tersebut, menjelaskan ancaman dan siksaan bagi pendusta. Bahwa para pendusta, termasuk orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah yang menunjukkan tentang keesaan-Nya, kebenaran para utusan dan nabi-Nya dan kepastian adanya hari pembalasan, diancam dengan berbagai hal, di antaranya:
1.Tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit
Dalam kajian Imam Ibnu Katsir, maksudnya adalah amal shaleh dan doanya tidak diangkat (ke langit) alias tidak diterima oleh Allah swt., karena Allah swt hanya menerima dengan baik orang-orang yang bertakwa, menerima amal shaleh dan kepada-Nyalah naik ucapan-ucapan yang baik sebagaimana firman-Nya, "… kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkan-Nya [1250]" (QS Faathir [35]: 10).
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa perkataan yang baik itu ialah kalimat tauhid, yaitu Laa ilaa ha illallaah, ada pula yang mengatakan zikir kepada Allah, dan ada pula yang mengatakan semua perkataan yang baik yang diucapkan karena Allah. Maksudnya ialah bahwa perkataan baik dan amal yang baik itu dinaikkan untuk diterima dan diberi-Nya pahala. Semua itu tersimpan rapi sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, "Sekali-kali tidak, Sesungguhnya Kitab orang-orang yang berbakti itu (tersimpan) dalam 'Illiyyin (nama kitab)" (QS Al-Muthaffifin [83]: 18).
 Ada juga yang berpendapat bahwa maksudnya adalah tidak dibukakan bagi arwah mereka pintu-pintu langit (lihat: Tafsir Ibnu Katsir II/331). Hal ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Bara' bin 'Aazib ra, bahwasanya Rasulullah saw menuturkan pencabutan ruh pendurhaka. Maka ketika diangkat ke langit, para malaikat mengangkat ruh (nyawa) itu naik ke langit. Lalu setiap kali ruh itu melewati sekelompok malaikat, mereka selalu bertanya, "Siapa ruh yang busuk ini?" Mereka pun menjawab, "Dia adalah si Fulan bin si Fulan." Mereka menyebut namanya yang terjelek yang biasa ia dipanggil dengan nama itu sewaktu di dunia. Hingga tatkala mereka tiba di langit, mereka pun minta dibukakan pintu langit, tapi pintu itu tidak dibuka. Kemudian Rasulullah saw membaca firman Allah swt, "Tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit" (lihat selengkapnya dalam kitab At Targhib wa't Tarhib, Al Mundziri, IV/199-102, no. 5414 dan menurut beliau hadits ini hasan).  

2.Tidak akan masuk surga hingga unta masuk ke lubang jarum
Dosa dusta itu menyebabkan mereka tidak akan masuk surga selama-lamanya, sebab mereka telah tertolak dari rahmat Allah. Penggunaan redaksi "hingga unta masuk ke lubang jarum" menunjukkan bahwa mereka mustahil masuk surga sebagaimana kemustahilan masuknya unta ke lubang jarum. Ibnu Abbas ra berkata, "Sesungguhnya Allah sangat bagus sekali dalam membuat tasybih (penyamaan) dengan unta. Bahwa benang cocok untuk dimasukkan ke dalam lubang jarum, sementara unta tidak tepat." (At Tafsir Al Munir, Dr Wahbah Az Zuhaili, VIII/25).

3.Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka)
Begitu bahayanya dusta, balasannya pun dahsyat, yaitu neraka. Keadaan mereka di neraka pun sungguh sangat mengenaskan. Mereka mempunyai tikar tidur, tapi bukan terbuat dari bahan polyester misalnya, melainkan terbuat dari api neraka, ditambah lagi di atas mereka ada selimut (penutup) dari neraka. Maksudnya, mereka terkepung dalam api neraka sehingga tidak pernah akan bisa lolos sebagaimana firman Allah, "Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka" (QS Al-Humazah [108]: 8)dan firman-Nya, "Dan Sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir" (QS At-Taubah [9]: 49). Lalu firman-Nya yang lain, "Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah mereka pun lapisan-lapisan (dari api)" (QS Az-Zumar [39]: 16).
Dalam hadits tentang perjalanan Mi'raj, Rasulullah saw menyampaikan gambaran kedahsyatan siksa bagi pendusta dalam sabdanya, "Semalam aku melihat dua orang laki-laki mendatangiku seraya berkata kepadaku: orang yang engkau lihat tadi (di neraka) yang ditarik/dirobek dagunya adalah kadzdzab (pendusta), yang (ketika di dunia) selalu berdusta sehingga kedustaan/kebohongannya menyebar ke seluruh penjuru (ke mana-mana), maka ia pun disiksa seperti itu sampai hari kiamat" (HR Bukhari, no. 5631).

Macam-macam dusta
            Semua dusta itu buruk dan tercela. Namun, tingkat keburukan sebuah dusta dengan jenis dusta yang lain berbeda-beda. Secara garis besar dusta terbagi menjadi dua:

Pertama: Dusta kepada Allah dan Rasul-Nya. Inilah dusta yang paling besar yang dapat menjadikan kufur pelakunya sehingga berhak mendapatkan laknat dan jauh dari rahmat Allah. Termasuk dalam jenis dusta ini adalah menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, mendustakan ayat-ayat Allah (seperti dalam ayat di atas), mendustakan para rasul dan menuduh mereka bohong, dan mendustakan hari kebangkitan dan hari pembalasan serta hal-hal yang gaib yang sudah diterangkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah.

Kedua: Dusta kepada manusia. Dusta jenis ini termasuk dalam kategori dosa besar dan termasuk sifat dan karakter orang munafik, sebab kejujuran keimanan seseorang akan menjauhkan dari sifat tercela ini. Termasuk dalam jenis dusta ini adalah memberikan kesaksian palsu, sumpah palsu, dusta dalam jual beli, dusta dalam canda, dusta untuk merusak hubungan orang lain, termasuk hubungan suami istri, menyebar informasi dusta seperti isu, gosip, dan lain-lain. Termasuk dalam kategori ini dusta kepada anak kecil, sesuatu yang bagi sebagian orang (juga orangtua terhadap anak) menjadi kebiasaan, bahkan melakukannya tanpa beban. Padahal Nabi saw pernah mewanti-wanti dalam sabdanya,"Barangsiapa mengatakan kepada anak kecil: Kemarilah, ini saya kasih (sesuatu), kemudian ternayata ia tidak memberinya sesuatu, maka hal ini merupakan dusta" (HR Ahmad dan dihasankan oleh Al-Albaani).
            Untuk itu, mari kita hadirkan suasana surgawi dalam rumah kita. Agar rumah kita tidak seperti neraka, jangan pelihara pendusta di rumah kita atau jangan tolerir sedikit pun kebiasaan berdusta dilakukan oleh anggota keluarga kita. Negeri ini pun bukan mustahil menjadi Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur jika menegakkan supremasi hukum secara tegas kepada para pendusta. Mari perangi pendusta!
sumber : www.ummi-online.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar