Senin, 25 April 2011

URAT MALU


Di masa Imam Malik ra, terdapat seorang ibu yang kewalahan menghadapi ulah anaknya. Anak tersebut menderita suatu penyakit, yang mengharuskannya berpantang makan garam. Namun nasehat dari tabib, orang tua, kawan, semuanya tak dituruti. Ia tetap saja mengkonsumsi garam, bagai tak mengandung resiko apapun bagi dirinya. Sebagai ulama terkemuka di zamannya, si ibu berikhtiyar dengan datang dan mengadukan kondisi si anak kepada Imam Malik. Selesai menyampaikan keluhannya, Imam Malik memerintahkan untuk kembali dua minggu yang akan datang.

Dua minggu kemudian si ibu datang bersama putranya. Imam Malik tak melakukan apapun, kecuali hanya menasehati si anak, seperti yang telah dilakukan banyak orang. Namun anehnya, sepulang dari rumah Imam Malik, anak tersebut berhenti mengkonsumsi garam.

Aneh memang, padahal nasehat Imam Malik tak beda dengan nasehat dan anjuran yang lain. Saat si ibu menanyakan mengenai keanehan ini, Imam Malik menjawab, "Semua yang menasehati anakmu makan garam, hingga nasehat mereka tak berpengaruh terhadapnya. Dua minggu sejak kedatanganmu pertama, aku berhenti makan garam, hingga nasehatku berpengaruh baginya…..".

Bila demikian dengan Imam Malik ra, sepanjang hidupnya Rasulullah SAW penuh dengan keteladanan. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (Q. S. 33; 21)
Beliau SAW tak pernah melarang sesuatu, kecuali setelah meninggalkan perbuatan tersebut. Dan tak pernah memerintahkan sesuatu, kecuali telah beliau laksanakan terlebih dahulu. Dengan kata lain, larangan dan anjuran beliau lebih banyak dalam bentuk contoh keteladanan.

Rasulullah SAW mampu dan bisa menjadi kaya, namun semua itu tak dilakukannya. Beliau hidup dalam keadaan sangat sederhana, bahkan tak salah bila dikatakan miskin. Bahkan beliau SAW berdoa, “Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, wafatkanlah aku dalam keadaan miskin, dan bangkitkanlah aku kelak bersama orang-orang miskin”.

Yang sangat istimewa, sekalipun demikian, beliau SAW tidak menganjurkan ummatnya untuk hidup dalam kemiskinan. Selama tidak melanggar larangan Allah, dan bersifat kemubaziran, seseorang dipersilahkan untuk menikmati karunia Allah.

Sedang apa yang Nabi SAW praktekkan, lebih untuk ibadah, keteladanan dan sekaligus menunjukkan kecintaan kepada mereka kaum papa. Saat ditanya alasan melakukan puasa Daud, satu hari berpuasa satu hari berbuka, beliau SAW menjawab, “Di hari berpuasa, aku ingin bersabar dan merasakan penderitaan saudaraku yang kelaparan. Sedang di hari berbuka, aku ingin menjadi seorang yang bersyukur”.

Kepada salah seorang istrinya Beliau SAW pernah berpesan, "Cintailah orang miskin dan akrablah dengan mereka, supaya Allah akrab denganmu di hari kiamat kelak". Dan untuk kita semua Beliau berwasiat, "Segala sesuatu ada kuncinya, dan kunci surga ialah mencintai orang-orang miskin".

Puluhan ayat Al-Quran dan hadits Nabi, memerintahkan agar seorang muslim tidak melupakan nasib saudara mereka sendiri dari kalangan kaum miskin. Membela dan mencintai kaum papa, wong cilik, termasuk kewajiban di dalam agama.

Dan tanpa slogan, pencanangan atau juga deklarasi, sepanjang hidupnya Rasulullah SAW telah memberi teladan apa yang diwajibkan dalam agama tersebut. Dalam sebuah sabdanya beliau bertutur, "Kamu di tolong dan diberi rizki karena bantuan orang-orang lemah (miskin) diantara kamu".

Di negeri kita, pernah ada ajakan untuk mengencangkan ikat pinggang. Yang aneh dan membingungkan, yang mengajak perutnya buncit. Terakhir ada ajakan untuk berhemat listrik, yang konyol, si pengajak lampu tamannya selusin. Padahal mereka kaum miskin telah mentaati dengan memasang 1 begenser untuk 5 KK.
Yang paling sering setiap menjelang pemilu, baik itu pemilu kepala daerah, gubernur, anggota DPR, atau bahkan pemilu Pilpres diantara mereka mengikrarkan sebagai pecinta dan pembela wong cilik. Padahal, Nabi SAW yang nyata-nyata mencintai dan membela kaum miskin saja tak pernah mengaku seperti itu.

Yang menjadi pertanyaan, bukan apa yang akan mereka lakukan, tetapi apa yang telah mereka lakukan untuk kaum miskin? Jangan-jangan banyak dari mereka dan termasuk kita yang putus urat malunya???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar