Kamis, 07 April 2011

Al-Makruf dan Puncak Kebajikan


DALAM al-Quran, banyak disebutkan lafaz-lafaz yang menunjukan segala perbuatan yang baik atau 'amal salih. Misalnya saja: al-ma'ruf, al-khoir, al-birru, al-hasanah, at-thoyyibah, dan al-ibadah. 
Ungkapan-ungkapan ini mempunyai tujuan dan makna yang sama, yaitu kebaikan, kebajikan, dan pengabdian. 
Prof. Hamka dalam kitab tafsirnya "al-Azhar"  mengatakan bahwasanya puncak dari segala amal kebajikan atau amal ibadah itu ada dua, yaitu: pertama, memperhambakan diri kepada Allah; dan kedua memperbanyak perbuatan yang memberi manfaat kepada sesama makhluk.
 
Antonim lafaz-lafaz di atas adalah al-munkar (kemungkaran), as-sayyiah (keburukan), az-dzunub atau al-itsm (perbuatan dosa) dan al-ma'asiyah (maksiat). Yaitu, suatu perbuatan yang menunjukan sikap membangkang terhadap Allah dan perbuatannya tersebut tidak berfaedah, bahkan justru menimbulkan mudhorat dan kerugian, baik kepada dirinya sendiri atau pun kepada orang lain.
 
Di dalam surah al-'Ashr ditegaskan, bahwa manusia itu berada dalam kerugian yang nyata, kecuali empat perkara yang menjadikannya beruntung dan bahagia, yaitu iman, amal saleh, saling menasihati untuk menepati kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran. (Q.S. al-'Ashr:2-3)
 
Ayat di atas menggambarkan sebuah hubungan yang begitu erat dan saling menguatkan antara amal saleh (perbuatan kebajikan) dan iman (keyakinan) yang dimiliki oleh pelakunya. Keduanya laksana dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Maknanya, iman tanpa diiringi amal saleh akan menyeret pelakunya kepada kerugian, begitu sebaliknya amal saleh yang dikerjakannya akan menjadi sia-sia apabila tidak didasarkan kepada iman kepada Allah SWT. 
 
Mengenai hal ini, Allah menurunkan sebuah perumpamaan yang sangat indah dan penuh makna. "Dan orang-orang kafir, amal perbuatan mereka adalah bagaikan fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila dihampirinya air itu, dia tidak mendapati apa pun." (Q.S. an-Nuur:39).
 
Oleh sebab itu, dalam melakukan pengabdian secara sempurna kepada Allah sebagai puncak amal kebajikan yang pertama tadi, diperlukan keyakinan yang total kepada Allah SWT. 
 
Kaitannya dengan puncak amal kebajikan yang kedua, Rasulullah saw. pernah bersabda: "Sebaik-baik manusia di antara kamu adalah orang yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain." (HR. Bukhari).
 
Secara berulang-ulang, al-Qur'an pun banyak menyebutkan keutamaan mengerjakan amal saleh, di mana Allah SWT menghadiahkan pahala yang sangat besar kepada hamba-hambaNya yang mengerjakan amal kebajikan. Sebagaimana firmanNya dalam surat an-Nahl ayat 97, Allah menjanjikan suatu kehidupan dan balasan yang baik bagi orang-orang yang berbuat kebajikan. "Barangsiapa mengerjakan kebajikan baik kaum laki-laki maupun perempuan dan dia beriman, maka pasti Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan Kami akan berikan balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
 
Hakikatnya, ayat di atas mendorong kita untuk lebih giat dalam melakukan amal kebajikan. Bahkan kalau dipahami secara teliti dan diiringi keyakinan yang mantap, ayat ini boleh membangkitkan optimisme yang luar biasa pada diri seseorang dalam menjalani proses kehidupan ini. Di mana Allah SWT telah menjanjikan  suatu kehidupan yang baik, aman dan tentram (hayatan thoyyibatan) bagi orang-orang yang berbuat amal kebajikan karena Allah SWT. Sedangkan di akhirat nanti, Allah akan memberikan balasan yang lebih baik daripada balasan yang diberikan di dunia. 
 
Selain itu, ayat  ini sekaligus mengandung bantahan terhadap  orang-orang yang selalu pesimis dan beranggapan bahwa nasib hidupnya itu tidak baik atau kurang beruntung, padahal dirinya telah beribadah dan berbuat kebajikan.
 
Seseorang hanya akan merasa pesimis dan akan  beranggapan negatif  kepada Allah, kecuali jika dia  mengetahui dan memahami hakikat puncak amal kebajikan dengan sebaik-baiknya. Wallahu 'alam bi showab [hidayatullah.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar