Minggu, 17 April 2011

Limbah Detergen


Pada umumnya, detergen mengandung bahan-bahan berikut:
  • Surfaktan (surface active agent) yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktan pada detergen pencuci pakaian dikategorikan sebagai anionik, umumnya tersusun dari alkyl benzene sulfonate rantai bercabang (ABS), alkyl benzene sulfonate rantai lurus (LAS) dan Alpha Olefin Sulfonate (AOS).
  • Builder (pembentuk) yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi kerja surfaktan. Salah satu builder yang banyak digunakan adalah fosfat.
  • Filler (pengisi) yang berfungsi untuk menambah kuantitas produk detergen.
  • Additives yang berfungsi untuk meningkatkan daya tarik produk seperti pewangi.
Risiko penggunaan detergen bagi kesehatan lingkungan yang paling ringan pada manusia adalah iritasi (panas, gatal bahkan mengelupas) pada kulit. Hal ini disebabkan karena kebanyakan produk detergen yang beredar saat ini memiliki derajat keasaman (pH) tinggi. Dalam kondisi iritasi/terluka, penggunaan produk penghalus apalagi yang mengandung pewangi, justru akan membuat iritasi kulit semakin parah.
Dalam jangka panjang, air minum yang telah terkontaminasi limbah detergen berpotensi sebagai salah satu penyebab penyakit kanker (karsinogenik). Proses penguraian detergen akan menghasilkan sisa benzena yang apabila bereaksi dengan klor akan membentuk senyawa klorobenzena yang sangat berbahaya. Kontak benzena dan klor sangat mungkin terjadi pada pengolahan air minum, mengingat digunakannya kaporit (di dalamnya terkandung klor) sebagai pembunuh kuman pada proses klorinasi.
Penggunaan fosfat sebagai builder dalam detergen perlu ditinjau kembali, mengingat senyawa ini dapat menjadi salah satu penyebab proses eutrofikasi (pengkayaan unsur hara yang berlebihan) pada sungai/danau yang ditandai oleh ledakan pertumbuhan alga dan eceng gondok yang secara tidak langsung dapat membahayakan biota air dan lingkungan. Di beberapa negara Eropa, penggunaan fosfat telah dilarang dan diganti dengan senyawa substitusi yang relatif lebih ramah lingkungan.
Menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen, konsumen mempunyai hak untuk memperoleh informasi suatu produk secara jelas, hak untuk memilih dan hak untuk menuntut/menggugat produsen apabila produk mereka tidak sesuai dengan klaimnya. Berkaitan dengan hak konsumen tersebut, diperlukan transparansi dari produsen mengenai kandungan produk detergen yang dihasilkannya dalam bentuk pelabelan komposisi bahan baku.
mencuci-bajuPersepsi masyarakat bahwa detergen yang menghasilkan busa melimpah mempunyai daya cuci yang baik adalah tidak benar. Untuk merubah persepsi tersebut, diperlukan partisipasi baik dari pihak konsumen maupun produsen. Di satu pihak, konsumen harus tahu bahwa tidak ada kaitan antara daya cuci dan busa melimpah. Di lain pihak, produsen seharusnya tidak lagi menggunakan ‘busa melimpah’ dalam mempromosikan produknya.
Regulasi yang berkaitan dengan detergen di Indonesia masih belum sepenuhnya mengakomodasi aspek lingkungan. Standar, sebagai salah satu produk regulasi, yang berlaku sekarang dan digunakan sebagai acuan bagi produk detergen sudah berumur lebih dari 15 tahun dan tidak sesuai lagi dengan tuntutan produk yang berwawasan lingkungan, sehingga perlu direvisi, seiring dengan perkembangan teknologi dan perkembangan baku mutu lingkungan.
Pada masa Jakarta di bawah pimpinan Ali Sadikin, banyak pabrik detergen yang gulung tikar atau mengalihkan produksinya ke luar Jakarta. Pada saait itu dikeluarkan SK Gubernur yang melarang penggunaan detergen keras, yakni detergen yang mengandung fosfat dengan kadar tinggi. Aturan ini deberlakukan karena sisa limbah dibuang ke sungai, akibatnya fosfat membunuh fitoplankton dan mikroorganisme yang tumbuh subur di air. Akibatnya makhluk hidup air tidak dapat bertahan hidup.
Sisa detergen, limbah dapur, dan limbah bekas mandi dikenal dengan nama greywater atau limbah nonkakus.sungaiUmumnya, orang membuang limbah greywater langsung ke selokan yang ada di depan rumah, tanpa diolah terlebih dahulu. Akibatnya, sungai yang menjadi tempat bermuaranya selokan tercemar; warnanya menjadi coklat dan mengeluarkan bau busuk. Selain bisa menyebabkan ikan-ikan mati, zat-zat polutan yang terkandung di dalam limbah juga bisa menjadi sumber penyakit, seperti kolera, disentri, dan berbagai penyakit lain.
Greywater tidak dapat dibuang ke septic tank karena kandungan detergen dapat membunuh bakteri pengurai yang dibutuhkan septic tank. Karena itu, diperlukan pengolahan khusus yang dapat menetralisasi kandungan detergen dan juga menangkap lemak.
Cara yang paling sederhana mengatasi pencemaran greywater adalah dengan menanami selokan dengan tanaman air yang bisa menyerap zat pencemar. Tanaman yang bisa digunakan, antara lain jaringao, pontederia cordata (bunga ungu), lidi air, futoy ruas, Thypa angustifolia (bunga coklat), melati air, dan lili air. Cara ini sangat mudah, tapi hanya bisa menyerap sedikit zat pencemar dan tak bisa menyaring lemak dan sampah hasil dapur yang ikut terbuang ke selokan. Untuk lebih efektifnya perlu dibuatkan instalasi pengolahan yang sering disebut dengan Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL).
Cara kerjanya:
  • Air bekas cucian atau bekas mandi dialirkan ke ruang penangkap sampah yang telah dilengkapi dengan saringan di bagian dasarnya. Sampah akan tersaring dan air akan mengalir masuk ke ruang di bawahnya. Jika air mengandung pasir, pasir akan mengendap di dasar ruang ini, sedangkan lapisan minyak-karena berat jenisnya lebih ringan-akan mengambang di ruang penangkap lemak.
  • Air yang telah bebas dari pasir, sampah, dan lemak akan mengalir ke pipa yang berada di tengah-tengah tangki resapan. Bagian bawah pipa tersebut diberi lubang sehingga air akan keluar dari bagian bawah. Sebelum air menuju ke saluran pembuangan, air akan melewati penyaring berupa batu koral dan batok kelapa.
  • Beberapa kompleks perumahan-seperti Lippo Karawaci-dan hampir semua apartemen telah memiliki instalasi pengolah limbah greywater yang canggih dan modern. Greywater yang telah diolah akan digunakan lagi untuk menyiram tanaman, mengguyur kloset, dan untuk mencuci mobil. Di Singapura dan negara-negara maju,greywater bahkan diolah lagi menjadi air minum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar