Penentuan Hari Raya Idul Fitri tahun ini terbilang pelik. Pasalnya, ketinggian hilal di seluruh Indonesia pada 29 Agustus 2011 antara 0° 58’ hingga 2° 20’. Dengan pendekatan hisab, 1 Syawal 1432 H bertepatan dengan 30 Agustus 2011. Tetapi dengan pendekatan rukyat, hilal dengan ketinggian segitu akan sangat sulit dilihat, sehingga kemungkinan besar dilakukan istikmal dan 1 Syawal 1432 H akan jatuh pada 31 Agustus 2011.
Demikian disampaikan Dirjen Badilag Wahyu Widiana ketika menyampaikan materi tentang Penentuan Awal Bulan Hijriyah usai shalat dhuhur berjamaah di Masjid Al-Ikhlas, Gedung Sekretariat Mahkamah Agung, Rabu (24/8/2011).
“Ini memang persoalan khilafiah. Kita ikuti saja pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama,” ungkap Dirjen.
Sebagaimana diketahui, beberapa ormas Islam sudah mengeluarkan keputusannya mengenai penentuan Idul Fitri tahun ini. Sementara itu, Kementerian Agama baru akan menentukan sikapnya pada 29 Agustus nanti melalui sidang itsbat penentuan 1 Syawal 1432 H.
“Sidang tersebut diikuti perwakilan berbagai ormas, kementerian, lembaga, akademisi dan lain-lain,” Dirjen menjelaskan.
Di samping menggelar sidang itsbat di Jakarta, Kementerian Agama juga menyelenggarakan rukyatul hilal di sejumlah tempat yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dirjen Badilag menegaskan, dengan ketinggian kurang dari 2 derajat, hilal akan sangat sulit dilihat. “Pengalaman selama ini, hilal dengan ketinggian tersebut hampir pasti tidak terlihat,” ujar mantan Kasubdit Hisab Rukyat sewaktu di Depag itu.
Himbauan penting
Sesuai UU No. 3 Tahun 2006, Peradilan Agama memiliki kewenangan memeriksa kesaksia rukyat hilal. Sebagaimana ketentuan Pasal 52 UU tersebut, Ketua PA harus menunjuk majelis hakim atau hakim tunggal dan panitera/panitera pengganti untuk mengikuti pelaksanaan rukyat hilal.
Mempertimbangkan peliknya penentuan awal Syawal tahun ini, Dirjen Badilag menyampaikan beberapa himbauan kepada para hakim peradilan agama.
“Para hakim harus memiliki pengetahuan yang memadai mengenai ilmu falak atau astronomi. Para hakim juga harus berbekal data yang diakui secara internasional,” ujarnya.
Di samping itu, para hakim juga harus berada di tempat dilaksanakannyarukyatul hilal. “Pimpinan PTA atau PA harus menugaskan hakimnya mengikuti rukyatul hilal di lokasi yang dijadikan tempat rukyat oleh Kementerian Agama,” kata Dirjen.
Hal lain yang tak kalah penting ialah menjaga independensi. “Para hakim peradilan agama harus independen dan tidak boleh menuruti begitu saja intervensi pihak-pihak tertentu,” Dirjen menegaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar