Lalat adalah hewan penuh kuman. Kita tahu itu dari poster di puskesmas dan iklan layanan masyarakat untuk kesehatan. Tapi dengan dihinggapi begitu banyak bibit penyakit manusia, mengapa lalat bisa tetap hidup? Bukankah mereka juga bisa terkena kuman?
Tentu saja salah satunya karena sistem kekebalan tubuh sang lalat sendiri. Para ilmuan dari jurusan ilmu-ilmu biologi, universitas Macquarie, berbekal teori kalau lalat pasti memiliki pertahanan diri anti mikroba untuk bertahan hidup dari kotoran, daging dan buah busuk, melakukan penelitian sifat-sifat antimikroba pada berbagai tahap perkembangan lalat.
Larva lalat, baik itu lalat buah ataupun lalat rumah, sudah menunjukkan sifat antibakteri di permukaan tubuhnya maupun di perutnya. Begitu pula semua lalat dewasa.
Dalam eksperimen mereka, lalat dicelupkan dalam larutan yang mengandung beraneka kuman yaitu E.coli, Staphilococcus Emas, Candida (sejenis ragi), dan patogen rumah sakit yang umum. Ketika dicelupkan terlihat adanya aksi antibiotika dari tubuh lalat terhadap serangan kuman-kuman ini.
Penelitian lanjutan dlakukan oleh at-TailĂ® dkk dari Jurusan Mikrobiologi Medis, Universitas Qassim di Arab Saudi. Sekarang mereka memeriksa sayap lalat. Satu larutan dicelupkan seluruh tubuh lalat, dan satu larutan lagi dicelupkan sayap lalatnya saja. Ternyata larutan pertama mengandung antibiotik, dan larutan kedua menunjukkan adanya kuman.
Apa hubungannya dengan Sayap Lalat ?
Apakah ini menunjukkan kalau satu sayap mengandung antibiotika sementara sayap lain mengandung kuman?
Perhatikan, eksperimennya bukan sebagai berikut :
“Para ilmuan mengambil sayap kiri dari lalat, lalu mencelupkannya dalam larutan yang mengandung kuman. Ternyata muncul siap antibiotik. Para ilmuan kemudian mengambil sayap kanan lalat, kemudian mencelupkannya ke air, dan ternyata muncul kuman dari sayap tersebut. Para ilmuan menyimpulkan kalau salah satu sayap lalat mengandung antibiotik, sementara satu sayap lainnya mengandung penyakit.”
Seandainya eksperimennya seperti di atas, oh indahnya. Tapi eksperimennya mencelupkan seluruh lalat ke dalam larutan yang mengandung kuman. Dalam eksperimen kedua, seluruh sayap, artinya sayap kiri dan kanan. Sayang sekali. Tapi sudah terlanjur. Jadi bagaimana? Ya dicocok-cocokin saja. Cocologi.
Kenapa para ilmuan mencelupkan seluruh lalat dalam larutan? Karena mereka berdasarkan teori ilmiah dan nalar. Teorinya tidak mengatakan kalau satu sayap mengandung kuman dan satu sayap mengandung antibiotik, tapi teorinya mengatakan kalau permukaan tubuh lalat mengandung antibiotik sementara sayap tidak mengandung antibiotik. Bedanya besar antara permukaan tubuh dan sayap, semua orang tahu itu, dan wajar saja kalau mereka berteori di tubuh ada antibiotik, di sayap tidak ada. Berbeda dengan mengatakan di sayap kiri ada antibiotik, dan di sayap kanan tidak ada antibiotik.
Jika ingin membuktikan kalau di satu sayap ada antibiotik dan di sayap lain mengandung kuman, kenapa tidak melakukan eksperimennya sendiri? Karena itu berbahaya bagi teori. Orang dengan teori yang tidak kokoh tidak akan yakin untuk mengujinya. Kalau ketahuan salah, maka teorinya dapat gugur. Mungkin, mungkin sudah ada ilmuan yang mencoba teori sayap lalat tersebut, tetapi tidak ada kabarnya. Kemungkinan besar hasilnya tidak sesuai keinginan mereka. Kemungkinan besar hasilnya salah. Kalau benar, tentu di gembar-gemborkan. Bukankah itu harapan para pendukung teori sayap lalat kan? Kalau teorinya benar? Tapi kenapa justru penelitian seperti ini yang digembar gemborkan?
Para pendukung teori ini dengan malu-malu mengutip berbagai bukti penelitian tentang lalat sambil mencoba menutupi kalau komponen utamanya adalah satu sayap mengandung agen penyakit dan satu sayap mengandung antibiotik. Ya karena memang teori tersebut berbeda dengan berbagai bukti penelitian tentang lalat yang berbasis teori sayap mengandung agen penyakit dan tubuh mengandung antibiotik. Tapi bukti penelitiannya sama. Kenapa? Karena ia dirancang berdasarkan teori yang sama, dan semuanya tentang badan mengandung antibiotik dan sayap mengandung kuman.
Begini :
Teori A : Badan mengandung antibiotik, sayap mengandung kuman
Eksperimen A : Jatuhkan sayap saja, ternyata kuman ada. Celupkan lalat, ternyata kumannya dimakan antibiotik.
Teori B : Satu sayap mengandung antibiotik, satu sayap lagi mengandung kuman.
Eksperimen B : ??????
Para pendukung teori 2 justru menggunakan eksperimen A untuk mendukung teori B. Disitu letak cocologinya. Kenapa sih tidak pakai eksperimen B? Mengambil satu sayap lalat lalu memasukkannya ke larutan. Mengambil satu lagi sayap, lalu memasukkannya ke larutan? Karena teorinya telah terbukti salah namun hasilnya ditutup-tutupi atau tidak berani melakukan eksperimen demikian.
Akhirnya, bahkan bila teori B atau teori sayap lalat terbukti benar, ia membuktikan kalau teori B kemungkinan benar. Ingat pembahasan kami tentang filsafat sains. Fakta ilmiah selalu bersifat sementara.
Bagaimana orang yang pertama merumuskan teori sayap dapat sampai pada teori ini? Ia tentunya seorang ilmuan. Ia menariknya dari pengamatannya atas realitas. Bila ukuran sampelnya cukup besar dan ia mengikuti metode ilmiah, ia dapat mengklaim potongan pengetahuan ini sebagai penemuannya. Sama halnya dengan Aristoteles atau Hippocrates di masa Yunani Kuno.
Bukti Evolusi
Kembali apa yang ditemukan para ilmuan tentang adanya antibiotik pada tubuh lalat merupakan bukti evolusi. Tidak mengejutkan kalau lalat (atau mahluk lainnya, seperti kumbang kotoran) yang memiliki siklus hidup dimana mereka melakukan kontak dengan bakteri berbahaya juga memiliki sifat antibakteri.
Bila para mahluk ini tidak memiliki pertahanan diri terhadap bakteri mereka akan mati, hanya yang memiliki sifat antibakteri yang akan bertahan hidup dan karenanya melanjutkan spesies.
Penemuan sifat antibiotik pada tubuh lalat dewasa bukanlah hal baru, padahal sudah lama diketahui kalau hewan yang mengkonsumsi kotoran/limbah (apakah dewasa atau larva/muda) memiliki perlindungan terhadap penyakit, coba bayangkan tikus dan selokan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar