Sabtu, 13 Agustus 2011

Masalah Setan Maxwell : Tantangan Matematis

Setan Maxwell adalah konsep yang banyak dikritisi oleh filsuf sains. Berikut akan digambarkan bagaimana masalah seputar setan Maxwell ini. Di awali dengan Popper, para filsuf memeriksa literatur mengenai setan Maxwell menjadi terkejut bahkan ketakutan karenanya.
Tahun 1866, J.C. Maxwell menduga kalau ia telah menemukan setan Maxwell walau tidak dalam deskripsi demikian. Ia percaya kalau suhu sebuah gas dalam gravitasi akan bervariasi berkebalikan dengan ketinggian kolom. Dari ini ia melihat kalau menjadi mungkin mendapatkan energi dari gas yang mendingin, pelanggaran nyata pernyataan hukum kedua termodinamika Thompson.
Kesimpulan mengganggu ini membuatnya khawatir kalau “Sejauh yang saya lihat ada pertentangan antara dinamika dan termodinamika.” Kemudian ia menarik hukum distribusi Maxwell-Boltzmann yang membuat suhu menjadi sama diseluruh kolom. Walau begitu, ia terus memikirkan hubungan antara dinamika dan termodinamika, dan di tahun 1867, ia mengirim catatan pada Tait dengan sebuah teka-teki untuk ia pikirkan.
Teka-tekinya adalah “mahluk nakal”nya yang dapat membuat sistem panas menjadi lebih panas dan sistem dingin menjadi lebih dingin tanpa melakukan usaha sama sekali. Thompson tahun 1874 memberinya nama “setan” sementara Maxwell sendiri memberinya nama “katup.” Apapun namanya, tujuan sang setan adalah “menunjukkan kalau hukum kedua termodinamika hanyalah memiliki keabsahan statistik.” Sejak saat itu, banyak literatur fisika muncul yang mempertanyakan pertanyaan yang mirip dengan makalah agama, “apakah setan ini ada?”
Dalam karya Clausius, termodinamika dipandang sepenuhnya universal dan berlaku tanpa batas. Sama seperti halnya hukum gravitasi Newton berlaku pada semua materi yang bergerak – atom, apel, dan planet – begitu juga termodinamika berlaku pada segalanya. Uffink menjelaskan banyak kesulitan dalam argumentasi Clausius dkk dalam membuktikan keberlakuan hukum kedua secara universal bahkan sebelum mempertimbangkan teori-teori mekanika, namun masih gagasan bahwa keadaan ketidak setimbangan menjadi seimbang berlaku pada segalanya.
Dengan runtuhnya teori kalorik dan ralisasi kalau panas disebabkan materi yang bergerak, pertanyaan alamiah muncul mengenai hubungan antara mekanika klasik dan termodinamika. Apakah termodinamika berlaku pada segalanya, bahkan sistem mikroskopis yang tak terlihat? Fisikawan Jerman Clausius dan Boltzmann pada awalnya melihat apa yang merupakan jalur paling alami: termodinamika masih berlaku pada segalanya pada segala skala. Karena teori ini begitu berhasil, induksi menyarankan kalau tidak ada alasan untuk meragukan bahwa termodinamika juga berlaku pada tingkat mikroskopis.
Kedua ilmuan Jerman ini menawarkan argumen untuk meyakini kalau hukum termodinamika merupakan turunan dari mekanika Hamilton. Teorema H diduga merupakan yang paling bertanggung jawab. Namun semakin dikaji hubungan ini, semakin banyak masalah yang muncul.
Pertama, setan Maxwell memang menantang hukum kedua. Objek serangan Maxwell jelas Clausius dan Botzmann. Memikirkan hukum kedua secara fenomenologis sebagai turunan logis dari mekanika Hamilton, Maxwell menyebut kedua orang Jerman tersebut dikatakan hidup dalam nephelococcygia. Maxwell memprediksi kalau dalam level mikro kita akan melihat pelanggaran hukum kedua terhadap waktu.
Kedua, dalam membuat point kalau hukum kedua fenomenologis terbatas keabsahannya, Maxwell sering memakai percobaan pikiran  – yang juga digunakan oleh Tait, Thompson, dan dibuat terkenal oleh Loschmidt. Dengan mencatat kalau invarian balik waktu (TRI) dari mekanika klasik memungkinkan kita secara prinsip membalik gerakan semua partikel, ia melihat kalau pembalikan tersebut akan menurunkan entropi. Maxwell menggunakan keterbalikan gerakan dan saling tukar setan sebagai ilustrasi point kalau hukum kedua tidak berlaku universal.
Ketiga, Zermelo menemukan kalau rekurensi Poincare atau kuasi periodisitas solusi persamaan Hamilton juga bermakna kalau entropi sistem terisolasi dapat dan akan menurun, sehingga mengancam karakter universal hukum kedua.
Ketiga argumen teoritis ini memberikan alasan kalau hukum kedua termodinamika itu terbatas. Untuk merangkum argumen ini, anggap:
a)      Entropi S adalah sebuah fungsi variabel dinamis X(t) dari sebuah sistem individual
b)      S(X(t)) = S(X*(t)), dimana ‘*’ menunjukkan pencerminan terhadap waktu
c)       Sistem bersifat tertutup (ruang fasenya memiliki batas)
Bila a, b, dan c berlaku, maka TRI dari persamaan Hamilton menunjukkan kalau S tidak dapat naik secara monoton untuk semua kondisi awal; dan bila a dan c berlaku maka kuasi periodisitas solusi persamaan ini menunjukkan S tidak dapat naik secara monoton untuk semua waktu. Bila sistem memang bersifat mekanik, S tidak dapat menunjukkan perilaku monoton.
Bila argumentasi ini belum cukup, eksperimen-eksperimen tahun 1908 menunjukkan klaim Maxwell kalau pada level mikroskopis, hukum kedua (non statistik) tidak berlaku. Menurut Einstein dan Smoluchowski, gejolak teori gerakan Brown bertentangan dengan hukum kedua non statistik dan ia ditunjukkan secara eksperimental oleh Perrin.
Semua ini adalah periode menarik dalam fisika. Teka-teki bagi banyak filsuf adalah mengapa begitu banyak fisikawan mengatakan dan mengembangkan teori yang terlihat mengabaikan pelajaran dari episode besar ini. Sebagian mencoba membangkitkan sang setan, namun setan Maxwell adalah teman dalam sejarah ini.
Eksperimen pikiran Maxwell dan pengamatan selanjutnya pada gejolak ini menghancurkan gagasan kalau hukum kedua termodinamika berlaku universal pada semua level. Para filsuf juga memiliki pertanyaan serius mengenai rasional tertentu dibalik kebangkitan ini.
Dalam artikel selanjutnya akan dibahas tantangan filosofis tentang setan Maxwell.
Sumber
Callendar, C. 2004. A Collision between Dynamics and Thermodynamics. Entropy, 6:11-20
Referensi lanjut
1. Albert, D., 2000. Time and Chance, Harvard, Cambridge
2. Earman, J & D. J. (1998). Exorcist XIV: The Wrath of Maxwell’s Demon. Part I. From Maxwell to Szilard. Studies in History and Philosophy of Science Part B 29 (4):435-471.
3.  Earman, J & D. J. (1999). Exorcist XIV: The Wrath of Maxwell’s Demon. Part II. From Szilard to Landauer and Beyond. Studies in History and Philosophy of Science Part B 30 (1):1-40
4. Feyerabend, P. K. 1966., On the Possibility of a Perpetuum Mobile of the Second Kind. in Mind, Matter and Method: Essays in Philosophy and Science in Honor of Herbert Feigl, University of Minnesota Press, Minneapolis, 409-412.
5. Garber, E., S. G. Brush and C.W.F. Everitt, 1955. Maxwell on Heat and Statistical Mechanics, Lehigh University Press, Bethlehem, PA.
6. Popper, K.1957. Irreversibility or Entropy Since 1905. British Journal for the Philosophy of Science 8, 151-155.
7. Shenker, O., 1999. Maxwell’s Demon and Baron Munchausen: Free Will as a Perpetuum Mobile. Studies in History and Philosophy of Modern Physics 30, 347-372.
8. Sklar, L. 1993. Physics and Chance: Philosophical Issues in the Foundations of Statistical Mechanics. Cambridge University press, NY.
9. Uffink, J. 2001. Bluff Your Way in the Second Law of Thermodynamics. Studies in History and Philosophy of Physics 32 , 305-394.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar