SEBAGAI manusia biasa, tentu kita tak dapat melihat niat dari bapak H Syaichon (50 tahun), pengusaha kulit, jual beli mobil dan sarang burung wallet, warga Jl Dr Wahidin RT III/IV Kelurahan Purutrejo, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan, Jawa Timur, untuk membagikan zakat kepada fakir miskin berbuah tragedi.
Akibat berdesak-desakan, pembagian zakat itu justru menewaskan 21 orang calon penerima zakat (mustahik) dan puluhan lainnya mengalami luka-luka.
Semoga tragedi tahun 2008 ini tidak terulang lagi di bumi Indonesia yang kita cintai ini. Karena hakekatnya zakat adalah solusi keummatan dalam mensejahterahkan yang paling efektif. Hal ini telah dibuktikan dalam sejarah disaat zakat menjadi syari’at yang ditaati oleh para penganutnya salah satunya di zaman Umar bin Abdul Azis selaku Khalifah.
***
Kemiskinan bukanlah hanya faktor kemalasan (kemiskinan cultural) sebagai penyebabnya, namun adalah ketidakmerataan distribusi kesempatan kerja, dan akses pendidikan dan hajat hidup lainnya (kemiskinan structural) adalah menyebab utama kemiskinan.
Hal ini diungkapkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya; “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan Muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan Muslim. Ingatlah, Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat pedih.” (al-Hadits)
Dengan zakat maka martabat ummat dapat terwujud, baik bagi para muzakki (pemberi zakat), maupun bagi mustahik (penerima zakat). Karena ketinggian martabat seseorang ditentukan oleh seberapa besar kemanfaatan yang telah diberikan kepada orang lain, dan seberapa dalam keyakinan dan penyerahan dirinya kepada Alah SWT.
Agar zakat dapat berfungsi sebagaimana yang dimaksud, maka ada tiga hal yang perlu mendapat penguatan:
1. LAZ/Amil (pengelola zakat), mestinya yang pertama melakukan pembenahan adalah lembaga pengelola zakat. Dalam hal bagaiman meyakinkan para muzakki bahwa dana zakat yang telah mereka salurkan melalui lembaga amil zakat telah tepat sasaran dan mampu mengangkat harkat dan martabat ummat, dalam bentuk tingkat kesejahteraan ummat dari tahun ketahun terlihat progresnya. Maka merupakan keharusan bagi setiap lembaga pengelola zakat untuk tampil profesional dan amanah, serta transparan dalam pelaksanaan program dan pendayagunaan dana ummat. Maka dengan demikian muzakki akan memberi kepercayaan penuh kepada lembaga tersebut.
Sebab Satu-satunya ibadah yang secara eksplisit ditegaskan dalam Al-Quran yang ada petugasnya adalah zakat. Hal ini sebagaimana tersebut di dalam QS At-Taubah [9] ayat 60 dan 103. Karena itu, zakat bukanlah semata-mata urusan pribadi muzakki dengan mustahiq. Tetapi, urusan kelembagaan (institusi). Ini karena zakat adalah amanah umat yang harus dikembalikan kepada umat. Didalamnya ada unsur penghimpunan, penyaluran, dan pelaporan yang bertanggung jawab.
2. MUZAKKI, seorang Muzakki yang dengan kesadaran menghitung hartanya untuk kemudiaan menyalurkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat, maka sikap seperti itu mencerminkan martabat dirinya karena di samping peduli sesama juga telah memenuhi perintah Allah.
Meskipun tidak bebrarti zakat seseorang tidak syah bila disalurkan langsung kepada mustahiq, namun dapat merendahkan martabat mustahiq, karena memungkinkan timbulnya perasaan rendah diri bagi mustahiq bila menerima langsung dari muzakki. Lagi pula dana yang akan diperoleh jumlahnya sangat terbatas, hanya sebatas konsumsi Satu Dua bulan bahkan ada yang hanya Satu Dua hari.
3. MUSTAHIQ, mengangkat martabat mereka melalui zakat sangat memungkinkan bila yang diberikan kepadanya bukanlah sekedar kebutuhan sesaat, namun mereka dibina dan diarahkan untuk merubah status dirinya dari mustahiq menjadi muzakki melalui pemberdayaan. Bila dia seorang petani, maka dia diberi bibit, pupuk, dan biaya produksi serta pembinaan/pendampingan, bila dia seorang nelayan, maka bukan ikan yang diberikan, akan tetapi diberi pancing agar potensi dirinya bisa optimal.
Memasuki bulan Suci Ramadhan yang menawarkan berbagai keberuntungan bagi orang-orang beriman hendaknya dapat dimaksimalkan untuk meraihnya dengan memperbanyak taqarrub kepadaNya dengan menjaga ibadah puasa dari hal-hal yang dapat membatalkan, bahkan dari hal-hal yang dapat mengurngi nilai dan kualitasnya, begitu pula dengan memperbanyak ibadah mahdah dan ibadah-ibadah naafila, yang diikuti dengan memperbanyak berinfak, bersedakah, dan menunaikan zakat, baik fitroh maupun maal.
Bila kedua hal tersebut berhasil kita tunaikan (hablul minallah dan hablul minannas) dengan mengharap RidhoNya, maka kita telah berhasil menyempurnakan pengabdian kita kepadaNya, dan disinilah letak hakekat ketinggian martabat kita sebagai manusia.
Mari perkuat harapan kita kepada Allah SWT, semoga di bulan Ramadhan tahun ini kita semua diberi kekuatan dan bimbinganNya untuk mempersembahkan yang terbaik untuk ummat dan meraih kesucian diri dihadapan Dzat Yang Maha Suci. Agar janji Allah berhasil kita raih berupa Takwa kepadaNya. Amiin Ya Rabbal ‘Alamiin.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar