Selasa, 31 Mei 2011

ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH KE TANAMAN KELAPA SAWIT

Oleh: DEDI KURDIANTO
ABSTRAK
Beras merupakan komoditas strategis dan bahkan politis karena tidak bisa tidak harus selalu tersedia dan tidak boleh kekurangan hal ini disebabkan komoditi beras sebagai bahan pangan utama bangsa Indonesia. Luas areal panen dan produktifitas tanaman merupakan faktor utama peningkatan produksi padi nasional. Beberapa tahun terakhir pertumbuhan luas areal menjadi masalah yang sangat serius seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, karena lahan pertanian sawah telah dialih fungsikan ke non pertanian dan perkebunan terutama tanaman kelapa sawit. Sehingga pada daerah yang selama ini merupakan sentra produksi beras terus menurun, seiring dengan terjadinya alih fungsi lahan. Terjadinya alih fungsi lahan sawah ke tanaman kelapa sawit disebabkan oleh : pendapatan usaha tani lebih tinggi, resiko usaha tani lebih rendah, nilai jual/anggunan lebih tinggi, biaya produksi lebih rendah, ketersediaan air, teknologi budidaya  dan dampak yang dihadapi produksi beras menurun, konversi lahan menurun dan produktifitas lahan menurun. Upaya yang harus ditempu untuk menekan laju alih fungsi lahan adalah peran penyuluh ditingkatkan, adanya subsidi pemerintah dan upaya pelarangan oleh pemerintah dengan diberlakukanya UU No.41 Tahun 2009.
Kata kunci : Alih fungsi, Lahan, Sawah, Kelapa Sawit.
BAB.I. PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia merupakan Bangsa yang sangat menikmati komoditi beras sebagai bahan pangan utamanya. Oleh karenanya beras merupakan komoditi strategis dan bahkan politis untuk tidak bisa tidak harus selalu tersedia dan tidak boleh kekurangan.
Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia. Selain lebih dari 90 persen penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai makanan pokoknya, beras juga menjadi industri yang strategis bagi perekonomian nasional.
Luas areal panen merupakan salah satu determinan utama peningkatan produksi padi nasional di samping tingkat produktifitas tanaman. Pertumbuhan luas areal menjadi masalah yang sangat serius karena bersaing dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, indusrialisasi dan pembanguan infrastruktur publik. Faktor-faktor tersebut telah mendorong terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian. Pada lahan pertanian secara umum terjadinya koversi lahan sawah dan alih fungsi lahan sawah menjadi lahan perkebunan, sehingga lahan pertanian sawah yang tersedia baik lahan yang sudah ada maupun percetakan lahan sawah baru tidak sebanding dengan dengan laju pertumbuhan penduduk. Hal ini disebabkan banyak lahan sawah yang ada dialihfungsikan menjadi tamanan perkebunan kelapa sawit yang menyebabkan produksi beras nasional terus menurun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.
BAB.II.  PENYEBAB DAN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN

2.1. Penyebab
2.1.1.  Pendapatan usaha tani
Pada usaha tani tanaman padi pendapatan yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan usaha tani kelapa sawit. Produktifitas tanaman padi hanya 3.74 ton/Ha (BPS, 2007), sedangkan biaya yang dibutuhkan dalam pengelooan tananman tersebut dibutuhkan biaya yang sangat tinggi sehingga pendapat yang diperoleh sangat rendah. Juga dipengaruhi oleh harga yang sangat rendah dan berfluktuatif. Berbeda dengan kelapa sawit, produktifitas kelapa sawit cukup tinggi yaitu 24 ton/Ha/tahun (Yan Fauzi,2005). Sedangkan biaya yang dibutuhkan cukup rendah.
2.1.2. Resiko usaha tani
Usaha tani tanaman padi sangat rentan terhadap kegagalan panen atau fuso hal ini dapat disebabkan oleh hama dan penyakit juga factor alam. Pada beberapa tempat serangan yang paling berat diantaranya serangan hama tikus, serangan hama wereng dan penyakit tunggro dimana serangan tersebut kadang kala tidak bisa dikendalikan lagi sehingga bukan mendapat keuntungan malah kerugian yang diterima. Sedangkan pada tanaman kelapa sawit resiko kegagalan panen dan harga relatip stabil sehingga resiko yang dihadapi petani kelapa sawit tersebut sangat kecil.
2.1.3. Nilai jual /nilai anggunan
Pada lahan dan usaha tanaman padi nilai jual atau anggunan untuk mendapatkan kredit cukup sulit dan kredit yang didapat relatip kecil hal ini disebabkan pada usaha tani padi nilai kredit hanya dilihat dari nilai jual lahan sedangkan usaha taninya tidak berpengaruh terhadap nilai kredit. Sedangkan usaha tani tanaman kelapa sawit nilai kredit yang didapat cukup tinggi hal ini disebabkan ada usaha tani tanaman kelapa sawit nilai jual lahan dan nilai tanaman dapat mempengaruhi nilai kredit yang didapat karena produktifitas  hasil dan harga TBS (tandan buah segar) relatip stabil.
2.1.4. Biaya produksi
Usaha tani padi sawah membutuhkan biaya yang cukup besar, dimana kebutuhan akan sarana produksi (pupuk, pestisida) dan biaya tenaga kerja sangat tinggi. Sedangkan pada usaha tanaman kelapa sawit biaya yang cukup besar hanya dibutuhkan pada saat awal pelaksanaan budidaya usaha tani, selanjutnya setelah produksi biaya yang dibutuhkan  cukup rendah.
2.1.5. Ketersediaan air
Pada berbagai daerah yang selama ini merupakan sentra produksi beras, lahan sawah para petani telah banyak dialih fungsikan dikarenakan areal persawahan sudah sulit mendapatkan air. Hal ini disebabkan oleh telah banyaknya saluran-saluran air irigasi yang rusak dan telah berkurangnya perhatian pemerintah terhadap sector pertanian khususnya penanganan sarana irigasi dan partisipasi masyarakat dalam menjaga saluran irigasi yang telah ada sudah berkurang. Pada areal yang berpotensi di cetak menjadi lahan sawah ataupun lahan sawah yang ada jauh dari saluran pintu-pintu utama saluran irigasi sehingga akibat pemakaian dan pengaturan air yang sembarangan menyebabkan pada sawah-sawah hilir tidak mendapatkan pasokan air yang memadai.
2.1.6. Teknologi budidaya
Pada masyarakat yang kurang mengerti teknologi pertanian cendrung pada lahan sawah hanya menaman tanaman padi ataupun hanya sebagian petani yang menanam tanaman palawija. Dengan keterbatasan mereka pada teknologi, lahan sawah yang mestinya bisa dibudidayakan berbagai macam tanaman semusim yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi pada akhirnya mencari jenis tanaman yang yang secara teknologi ataupun resiko yang rendah mereka mengalih funsikan lahan mereka. Dengan kemampuan petani yang ada hal ini dimungkin diberikan informasi mengenai budidaya berbagai jenis tananam sehingga musim tanam tidak hanya pada tanaman padi akan tetapi lahan pertanian dapat ditanamai dengan tanaman yang memberikan nilai ekonomis yang cukup tinggi dan tidak mempengaruhi keadaan lahan tersebut. Adanya tumpang gilir tanaman hal ini juga dapat memutus siklus hama dan penyakit.
2.2. Dampak
2.2.1. Produksi beras menurun
Sebagai Negara produsen beras terbesar ke tiga di Dunia, Indonesia seharusnya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi domestiknya (USDA, 2007).mengingat beras merupakan bahan makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk yang memenuhi lebih dari 50 persen total kebutuhan kalori per hari.  Adapun usaha pemenuhan kebutuhan konsumsi selama ini ditempuh oleh pemerintah melalui dua cara yaitu melalui peningkatan produksi domestic dan melakukan impor. Pemenuhan dari produksi domestic telah dilakukan dengan berbagai cara dan melalui berbagai kebijakan, tetapi hasilnya masih kurang maksimal.
Kebijakan perberasan di Indonesia meliputi kebijakan produksi, distribusi, impor dan pengendalian harga domestic dalam rangka menjaga ketahanan pangan nasional. Dengan berbagai kebijakan diantaranya Bimbingan Masal (Bimas) tahun1965, Intensifikasi Khusus (Insus) tahun1979 dan Supra Insus tahun 1987 sehingg pada tahun 1984 dapat menghantarkan Indonesia swasembada beras. Namun kondisi tersebut hanya berlangsung sementara karena setelah itu Indonesia harus mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhannya.
Penurunan produksi disebabkan oleh penggunaan input yang kurang berkualitas, masih rendahnya rendemen beras, teknologi  pasca panen yang kurang tepat, degradasi kualitas lahan dan  penurunan luas panen akibat konversi atau alih fungsi lahan.
2.2.2.  Konversi lahan bernilai negatif
Beberapa kelemahan yang harus diperbaiki dalam pembangunan pertanian Indonesia antara lain penguasaan lahan yang cukup sempit menyebabkan pendapatan petani tidak mencukupi kebutuhan hidup jika dari usaha taninya. Karena itu Sebagian petani padi selain menjadi produsen juga menjadi net consumer beras. Sempitnya penguasaan lahan dikarenakan sistem warisan yang turun temurun. System warisan yang membagi rata lahan pertanian kepada turunan menyebabkan terjadinya fragmentasi lahan yang akhirnya mendorong terjadinya konversi lahan dengan alasan ekonomi. Walaupun masih tetap ditanami padi akan tetapi hasil yang didapat tidak bisa menopang ekonomi mereka bahkan sampai tidak bisa memenuhi kebutuhan akan pangan keluarga petani itu sendiri. Lahan sawah tersebut dialih fungsikan menjadi lahan untuk budidaya tanaman kelapa sawit agar lebih mudah dalam perawatan dan dapat dijadikan usaha sampingan. Dengan terjadinya lahan sawah dialih fungsikan menjadi lahan non pertanian ataupun beralih ketanaman kelapa sawit maka akan terjadinya penurunan atau berkurangnya areal persawahan dengan kata lain akan terjadinya penyempitan lahan pertanian sawah. Walaupun adanya upaya pemerintah mencetak areal persawahan baru akan tetapi usaha tersebut tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat dimana  membutuhkan bahan pangan beras sangat tinggi dikarenakan pola konsumsi penduduk Indonesia sebagian besar besar merupakan bahan pangan utama. Kalau hal ini terjadi secara terus menerus tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kita akan kekurang lahan pertanian sawah.
2.2.3.  Produktifitas lahan menurun
Pada lahan yang sudah ditanami kelapa sawit membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk mengembalikan ke produktifitas lahan seperti semula. Baik untuk pertanian sawah maupun jenis tanaman palawija dan hortikultura ataupun jenis tanaman lainnya. Secara ekonomis memang budidaya tanaman kelapa sawit memang sangat menguntungkan akan tetapi hal tersebut hanya pada jangka pendek dimana kelapa sawit hanya mampu menghasil yang optimal sampai pada umur 15 tahun.
Setelah itu lahan bekas tanaman kelapa sawit sudah tidak memungkin untuk diolah menjadi lahan yang produktif atau tidak bisa dikembalikan ke lahan pertanian sawah. Karena lahan tersebut baik secara struktur tanah sudah rusak maupun kandungan unsur haranya sudah menjadi tanah gersang, hal ini juga dipengaruhi oleh system perakaran serabut pada tanaman kelapa sawit.  walaupun masih bisa dikembalikan membutuhkan waktu yang sangat panjang dan biaya sangat tinggi.
III. PEMBAHASAN
Booming alih fungsi lahan pertanian sawah menjadi lahan perkebunan menjadi tren di kalangan petani. Hal ini tidak bisa dipungkiri, karena menjadi petani perkebunan, khususnya kelapa sawit sangat menjanjikan sekali. Setiap saat harga Tandan Buah Segar (TBS) terus naik, kondisi ini tentunya sangat menguntungkan petani. Persoalan tidak hanya di situ. Mahalnya harga pupuk dan serangan hama penyakit terhadap sawah petani juga menjadi pemicu semakin sengsaranya masyarakat petani. Serta pada saat panen harga dipasaran menjadi rendah.   Padahal suatu ketika dulu merupakan sektor unggulan. Agar pengalih fungsi lahan dapat dikurangi atau ditekan dengan berbagai cara diantaranya;
3.1. Peran Penyuluh
Keberadaan Badan Koordinasi Penyuluh (Bakorlu) sangat diperlukan sekali, karena akan bisa memberikan pendampingan kepada petani pertanian khususnya petani sawah sehingga upaya alih fungsi lahan pertanian sawah menjadi lahan perkebunan bisa ditekan semaksimal mungkin. Banyaknya terjadi alih fungsi lahan saat ini karena minimnya penyuluh yang memberikan pemahaman kepada petani arti pentingnya lahan pertaniaan. Hal ini juga dipengaruhi oleh para penyuluh pertanian sudah banyak ditarik menjadi tenaga teknis di berbagai instansi pemerintah. Ini terjadi sejak banyaknya pembentukan kabupaten/kota baru.
Terjadinya degradasi lahan pertanian, membuat masyarakat tani sekarang tergiur mengalih funsikan lahan pertaniannya menjadi perkebunan, jika ini terus dibiarkan akan menimbulkan dampak negate pada produksi perberasan baik daerah maupun secara nasional.
Masyarakat miskin yang ada di daerah manyoritas adalah mereka yang berkecimpung di bidang pertanian, mereka banyak yang tidak paham abagaimana meningkatkan produksi pertaniannya dan masih banyak diantara mereka yang masih petani tradisional. Padahal dengan teknologi yang ada masa tanam tersebut bisa bisa ditingkatkan menjadi dua atau tiga kali setahun.
Di sinilah peran penyuluh, sayang sampai saat ini mereka tidak diperhatikan. Sudah saatnya pemerintah daerah khususnya memperhatikan, baik itu penyuluh pertanian, perikanan, kehutanan dan sebagainya. Dari tangan penyuluhlah akan bisa membantu para petani khususnya dalam meningkatkan pendapatan dan taraf hidup yang lebih baik.
3.2. Subsidi petani
Terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke perkebunan yang dilakukan para petani sebenarnya bisa dimaklumi, selain karena kondisi lebih menguntungkan juga dikarenakan kondisi lahan lahan yang ada kurang cocok untuk lahan pertanian. Pada lahan yang memang cocok untuk tanaman padi atau bahkan menjadi kawasan sentra produksi beras, lahan tersebutlah yang mestinya harus dijaga agar tidak terjadi alih fungsi lahan.
Pemerintah harus turun tangan setidaknya dengan melakukan subsidi kepada petani. Harga sarana produksi seperti pupuk dan pestisida sangat mahal, mereka bekerja keras sementara hasil gabah mereka jual dengan harga murah di pasaran. Di sisi lain hasil produksi tanaman perkebunan kelapa sawit terus mengalami peningkatan dan harga jual yang stabil mekipun pemerintah tidak ikut campur dalam hal pemasaran. Subsidi yang dilakukan pemerintah adalah dengan membeli hasil produksi pertanian tanaman pangan dengan harga mahal dari petani dan kemudian dijual dengan harga murah. Jika pemerintah ikut campur tangan dalam hal pemasaran hasil pertanian petani, maka alih fungsi lahan khususnya lahan-lahan yang cocok untuk pertanian tidak akan dilakukan petani.
3.3. Dilarang
Larangan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan dan sebagainya telah dikeluarkan oleh pemerintah. Melalui Undang-undang (UU) 41 tahun 2009, pemerintah telah mengeluarakan aturan, setiap pelaku baik petani, pejabat maupun badan usaha melakukan alih fungsi lahan akan dikenakan hukuman pidana dan denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kebijakan ini dibuat untuk mempertahankan kelangsungan produksi pertanian di Indonesia, terlebih lagi ancaman alih fungsi lahan pertanian ke perkebunan sudah tidak terkendali. Walaupun belum adanya data berapa luas lahan produktif  beralih fungsi menjadi kawasan perkebunan. Laju alih fungsi ini harus segera dihentikan, jika tidak ancaman rawan pangan bakal terjadi.
Dalam UU 41 tahun 2009 dikatakan, bagi perseorangan yang melakukan tindakan alih fungsi lahan akan dikenakan hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 1 milyar. Dan bagi perseorangan yang tidak melakukan kewajiban mengembalikan keadaan lahan pertanian pangan bekelanjutan ke keadaan semula dikenakan hukuman pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 3 milyar. Dan apabila perbuatan  tersebut diatas pelakunya pejabat pemerintah, pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang diancamkan.
Pemerintah daerah baik propinsi, kabupaten/kota diberi tenggak waktu dua tahun untuk menetapkan lahan pertanian bekelanjutan. Artinya, masing-masing daerah  diberi tenggak dua tahun untuk membuat perda kawasan lahan pertanian berkelanjutan. Lahan inilah nantinya jika dialih fungsikan pelakunya akan dikenakan sanksi sesuai aturan yang ada. Jual beli lahan pertanian tetap diperbolehkan, akan tetapi pembelinya tidak diperkenankan untuk melakukan alih fungsi lahan tersebut.
IV.  KESIMPULAN
1.      Petani akan mengalih fungsikan lahan pertanian sawah ke lahan perkebunan diantaranya disebabkan oleh : pendapatan usaha tani sawit lebih tinggi, resiko usaha tani kelapa sawit lebih rendah, nilai jual/anggunan kebun kelapa sawit nilanya lebih tinggi, biaya produksi padi lebih tinggi, ketersedian air pada lahan sawah sudah sulit, teknologi budidaya sawit lebih mudah dipahami dan dilaksanakan.
2.      Akibat atau dampak yang ditimbulkan alih funsi lahan adalah produksi beras menurun, konversi lahan negative atau tidak sebanding lahan yang tersedia baik yang telah ada maupun cetak baru terhadap jumlah penduduk dan produktifitas lahan menurun dimana bekas lahan yang telah ditanami sawit diperlukan waktu yang sangat panjang untuk bisa diolah kembali menjadi lahan produktif.
3.      Untuk menekan laju alih fungsi lahan perlu dilakukan peningkatan peran penyuluh, subsidi pemerintah, dan adanya upaya pelarang oleh pemerintah dalam pengalih fungsi lahan.

SUMBER ; urpsantoso.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar