Senin, 30 Mei 2011

Teori Evolusi Darwin dan Dunia Kerja

Charles Darwin
Semenjak lahirnya Teori Evolusi yang digagas oleh Charles Robert Darwin (1809-1882) yang tertulis dalam bukunya yang berjudul On the Origin of Species, berbagai teori-teori baru dimunculkan oleh para ilmuwan di berbagai bidang, yang terinspirasi dari teori yang dinilai sangat revolusioner tersebut.
Pada bidang Sosiologi, kita kenal Teori Evolusi Sosial yang dipopulerkan oleh Sir Herbert Spencer (1820-1903), yang menyatakan bahwa masyarakat berkembang dari bentuk yang sederhana, tidak teratur menjadi bentuk yang koheren dan teratur. Sementara itu, pada kajian Hubungan International, dikenal juga teori International Darwinism dengan konsep negara yang paling kuatlah yang akan menang dalam setiap kancah persaingan internasional.

Masa Kuliah

Sesungguhnya, masa kuliah merupakan hal yang perlu dicermati untuk mengaitkan Teori Evolusi Darwin dengan dunia kerja yang akan mereka geluti setelah menyelesaikan studi. Karena masa ini sangat menentukan arah perjalanan karir seorang mahasiswa di mana ia akan “berevolusi” menjadi siapa dan bagaimana caranya. Meminjam pemikiran dari Nurhikmah (2010: 27), ada dua konsep penting dalam fase ini, yakni konsep “field” sebagaimana yang dipopulerkan Pierre Bourdie dan konsep”habitus”.

“Field” merujuk pada beragam arena yang ditemukan di sebuah perguruan tinggi, semisal arena keilmuan sastra, sosial-politik, ilmu alam, kedokteran, dan sebagainya. Di samping melihat universitas mana yang akan dijadikan tempat belajar, mahasiswa juga memutuskan jurusan apa yang akan dimasuki, misalnya jurusan ekonomi, jurusan hukum, jurusan farmasi atau yang lainnya dengan banyak pertimbangan yang melatarbelakanginya. Ada yang berpikir bahwa perguruan tinggi yang menjadi tempat kuliah harus terakreditasi sangat baik dan jurusan yang dipilih haruslah yang memiliki prospek kerja yang cerah di masa depan. Akan tetapi, tak sedikit pula yang belajar di suatu jurusan tertentu hanya karena dilandasi rasa suka dan keingintahuan yang tinggi meski jurusan itu kurang menjanjikan pekerjaan.
Sedangkan “habitus”, bisa diartikan sebagai sebuah komunitas yang mampu mengakomodasi kebutuhan mahasiswa dalam mengembangkan sisi keterampilan dirinya. Belajar di kelas dirasa kurang untuk melengkapi keterampilan dan pengetahuan mahasiswa. Untuk itu, mereka berbondong-bondong bergabung dengan organisasi-organisasi kemahasiswaan yang ada di kampus, misalnya mahasiswa Komunikasi mengikuti pers kampus untuk belajar tulis menulis dan menggeluti dunia jurnalistik, mahasiswa Sosiologi mengikuti penelitian untuk memecahkan permasalahan sosial-kemasyarakatan, atau mahasiswa Teknologi Pangan bergabung dengan klub penelitian untuk menghasilkan produk pangan baru.
Kedua upaya di atas merupakan bentuk distingsi atau pembedaan dengan sesama rekan mahasiswa lainnya untuk mendapatkan “added value” melalui perolehan kapital- kemampuan menulis, pengetahuan, kemampuan berorganisasi, link, dan suatu karya yang menjadi bekal ke depannya. Distingsi ini bisa dipandang sebagai sebuah strategi “curi” start untuk dapat memenangkan persaingan perebutan pekerjaan yang akan diikuti setelah mereka lulus kuliah. Dalam diri mahasiswa juga akan tumbuh suatu idealisme yang akan membawa pengaruh sepanjang hidup, yang membentuk bagaimana seorang individu berpikir dan berperilaku.

Masa Kerja

“Welcome to the real world”, ucap seorang teman kepada saya setelah dia mengetahui bahwa saya telah lulus. Maksudnya, ia mengucapkan selamat menempuh dunia kerja yang penuh tantangan. Dunia kerja sangat berbeda sekali dengan dunia kampus karena menuntut orang-orang yang berkecimpung di dalamnya untuk memiliki multi skill, yang meliputi skill teknis, skill kepemimpinan, skill berpikir, dan skill berkomunikasi. Sebagai konsekuensi dari tuntutan tersebut, perusahaan melakukan seleksi untuk mendapatkan calon karyawan yang terbaik.
Kalau dalam Teori Evolusi Darwin, alam dengan segala perubahan dan gejolaknya (seleksi alam) akan menantang makhluk hidup untuk “survive”, sedangkan dalam dunia kerja, perusahaanlah yang akan mengetes lulusan perguruan tinggi apakah mereka tepat atau tidak untuk dijadakan karyawan di sana. Biasanya, pekerjaan yang dilamar mahasiswa disesuaikan dengan bidang ilmu yang dipelajari di bangku kuliah. Mereka harus mengikuti seleksi multi-fase, yang dimulai dengan seleksi administratif untuk melihat rekam jejak kegiatan dan prestasi mahasiswa lewat CV dan dokumen-dokumen pendukung lain yang mereka kirimkan.
Mahasiswa yang mempunyai kehidupan seimbang antara akademis dan pengalaman organisasi akan berpeluang besar terpilih untuk maju ke tahap selanjutnya, yaitu psikotes yang meliputi tes grafis, tes verbal, tes logika, dan tes numerikal yang diharus dikerjakan dalam waktu terbatas. Dan, tes wawancara (user interview) menjadi tes pamungkas yang biasa ditangani langsung oleh calon atasan untuk menilai performa para pelamar dari segi kebutuhan perusahaan.

Terlepas dari faktor “luck”, pada faktanya, hanya pribadi-pribadi yang berkualitaslah yang akan memenangkan persaingan tersebut dan sedikit banyak kemenangan itu juga ditentukan oleh bagaimana kiprah pelamar selama kuliah dahulu.
Tensi persaingan akan semakin meningkat karena karyawan dihadapkan pada suatu kondisi yang “menuntut”. Dalam suatu divisi terdapat beberapa pegawai yang tersusun secara hirarkis dan mereka punya peluang yang sama untuk menaiki jenjang karir yang ada dalam suatu perusahaan. Bagi yang sudah puas dengan posisi yang sedang didudukinya pun, tuntutan untuk “survive” tetap tinggi. Ia harus mengerjakan semua tugas yang dibebankan oleh perusahaan dengan sebaik-baiknya, kalau perlu melebihi target yang dipesan oleh perusahaan. Sehingga, karyawan yang bersangkutan dapat terhindar dari ancaman pemecatan.
Lain lagi bagi karyawan yang mempunyai need for achievement yang tinggi, jenjang karir adalah sesuatu yang diinginkan, tetapi sangat menyita pikiran dan energi. Kemampuan menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu tak cukup mengangkat namanya untuk dipromosikan pada kedudukan yang lebih tinggi. Ia harus memenangi persaingan ketat dengan kolega-koleganya yang semuanya sama-sama berkualitas. Tak jarang “jegal menjegal” terjadi pada kompetisi perebutan kursi pimpinan ini. Nah dalam kondisi seperti ini, softskill seperti kemampuan berkomunikasi dan kemampuan leadership yang tadinya diasah semasa berorganisasi di kampus dulu akan muncul manfaatnya.
Masa kerja adalah masa dimana idealisme seseorang yang dulu terbentuk semasa kuliah diuuji. Pertarungan idealisme antara mengejar materi saja, lebih condong berkontribusi pada pembangunan sosial-masyarakat, ataupun jalan tengah diantara keduanya terjadi di sana. Uang adakalanya menjadi penentu seseorang untuk menentukan sikap. Seorang pegawai akan menjadi pengejar materi yang sebanyak-banyaknya untuk membiayai seluruh kebutuhan dan gaya hidupnya yang berkelas. Lain ceritanya dengan pegawai sosial yang memfokuskan pada upaya-upaya peningkatan taraf hidup masyarakat yang termarginalkan. Baginya, uang nomor dua, tapi kepuasan diri diukur dengan apa yang telah mereka perbuat bagi masyarakat.


Hidup adalah kompetisi termasuk dalam dunia kerja yang merupakan bagian darinya. Oleh sebab itu, semua mahasiswa yang akan memasuki dunia ini mesti mempersiapkan diri baik dengan hard skill dan soft skill. Idealisme perlu dimantapkan dan kapital perlu dikembangkan sebagai bekal menapaki dunia kerja, sehingga kesuksesan dapat dicapai untuk menjadi apa dan bagaimana caranya. Namun, yang patut dicatat di sini bahwa kesuksesan tak hanya diukur dengan uang, tapi variabel lain, semisal karya nyata yang bermanfaat bagi masyarakat. Ya, semua itu pada akhirnya tetap berpulang kepada mahasiwa sendiri untuk menentukan pilihannya.
sumber ; idiimagetan.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar