Rabu, 25 Mei 2011

Zhang Xin, Mantan Buruh Pabrik yang Jadi Ratu Properti


MASA kanak-kanaknya yang miskin tidak mampu mengaburkan impian Zhang Xin tentang masa depan yang lebih baik. Dari suatu petak sempit di sebuah bangunan kumuh lima tingkat di pinggiran Beijing, dia berjuang tak kenal lelah untuk mengubah nasib hingga menjadi konglomerat sukses di bidang properti. 

Berkat kerja kerasnya selama dua dekade, Zhang kini diakui sebagai salah satu perempuan terkaya di China yang meraih kesuksesan lewat tangannya sendiri. SOHO, perusahaan properti yang didirikan pengusaha kelahiran 24 Agustus 1965 itu bersama suaminya, merupakan pengembang properti terbesar di pusat kota Beijing. 

Pada awal Juni 2010, Zhang dinobatkan majalah Forbes sebagai salah satu dari 10 perempuan terkaya di dunia, dengan nilai kekayaan sebesar US$2 miliar. Jumlah kekayaannya sendiri masih kurang dari beberapa pengusaha terkaya di dunia, tetapi lima kali lebih tinggi daripada Ratu Elizabeth dari Inggris. 

Buruh pabrik 
Zhang berasal dari latar belakang keluarga yang muram. Pada tahun lima puluhan, kedua orangtuanya kembali dari Burma ke China dan bekerja sebagai penerjemah di Biro Bahasa Asing. Sayangnya, mereka berpisah selama Revolusi Kebudayaan. 

Zhang pindah ke Hong Kong bersama ibunya pada usia 14 tahun. Mereka tinggal di sebuah ruangan yang cukup untuk menampung dua ranjang susun. 

Di saat anak remaja lain seusianya mengabiskan waktu untuk bersekolah dan bersenang-senang, Zhang telah membanting tulang menjadi buruh pabrik dengan shift kerja selama 12 jam sehari. Setelah lima tahun, dia berhasil mengumpulkan cukup uang untuk membeli tiket pesawat terbang menuju London, Inggris. 

Berbekal paspor Hong Kong di tangan dan sedikit uang sisa tabungan, Zhang membiayai sendiri studi bahasa Inggris di sebuah sekolah sekretaris. Dibantu beasiswa dan hibah, dia berhasil memenangkan tempat di University of Sussex, dilanjutkan ke Cambridge University untuk menyelesaikan gelar master di jurusan Ekonomi Pembangunan. 

Setelah lulus, perempuan yang kini berusia 45 tahun itu direkrut oleh Barings Plc untuk bekerja di Hong Kong. Tak lama kemudian, dia pindah ke Goldman Sachs dan mulai bekerja untuk bank investasi. Pada 1994, Zhang beralih ke Travelers Group sebelum memutuskan kembali ke tanah kelahirannya, Beijing. 

Seperti para ekspatriat lainnya, dia tergoda kembali ke China karena kemungkinan-kemungkinan yang ditawarkan oleh zona ekonomi khusus baru dan percepatan reformasi ekonomi. Seorang teman kemudian menyarankan Zhang untuk melirik bisnis properti. Ketika itulah dia bertemu seorang lelaki bernama Pan Shiyi, yang berasal dari latar belakang keluarga lebih miskin daripada dirinya. 

SOHO 
Empat hari kemudian, Pan melamar Zhang, yang menjadi mitranya dalam mendirikan Hongshi pada 1995, yang kemudian dikenal sebagai SOHO China. Bersama-sama, mereka membangun perusahaan itu hingga akhirnya sukses seperti sekarang. 

''Ini merupakan pembangunan bertahap yang sangat panjang. Aku ingat hari-hari ketika kami berjuang membayar gaji dan tagihan, dan kemudian bergerak perlahan-lahan dari perusahaan yang terbelit utang, dengan kontrol biaya yang ketat, secara bertahap, dengan keuntungan yang lebih, menjadi lebih santai. Kami memulainya dengan mengambil penerbangan termurah, hingga bisa terbang di kelas bisnis,'' kenang Zhang suatu kali seperti dikutip situs telegraph.co.uk. 

Meski kini hidup bergelimang harta, perempuan yang menjabat sebagai CEO di perusahaannya itu tidak pernah memamerkan kekayaannya. Zhang lebih memilih tampil sebagai seorang ibu kelas menengah terhormat, dengan rias wajah tipis hampir tak terlihat. Dia pun tetap memegang prinsip berhemat dan menolak terbang di kelas satu, misalnya, meski pun ia dengan mudah mampu membayarnya.


Sumber : Media Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar