Seekor babi hutan yang di perutnya tertulis "koruptor" itu digantung dan digiring ke lapangan di Desa Cepoko, Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang. Di sana, salah seorang warga membakar babi hutan itu sampai habis, tak bersisa.
Ritual yang diadakan pada Kamis (17/9) malam itu merupakan pembukaan tradisi syawalan oleh masyarakat setempat, sekaligus mendoakan kondisi bangsa, yang masih bergelut dengan berbagai kasus korupsi. Sekitar 400 warga berjalan membawa obor dan tumpeng berisi sajian selamatan.
Salah seorang petani, Taroni (41), mengatakan, babi hutan yang dibakar itu merupakan lambang hama yang selalu mengganggu petani. Secara eksplisit, malam itu, babi hutan itu juga melambangkan koruptor.
Sebagai hama, babi hutan sangat merugikan petani. Serupa dengan koruptor yang merugikan rakyat. Keduanya harus diberantas habis agar petani dan rakyat hidup sejahtera.
Kiai Ambari (85) yang memimpin ritual itu di posko Omah Tani kemudian berdoa. Ia mendoakan mereka yang berjuang memberantas korupsi agar tetap diberi kekuatan dan dilindungi oleh Tuhan. Tulisan "Gusti Mboten Sare" di atas pintu masuk posko Omah Tani itu bermakna sangat dalam.
"Sebagai rakyat biasa, yang bisa kami lakukan hanya berdoa," kata Ambari.
Di desa itu dan desa-desa sekitarnya di Kabupaten Batang, masyarakat petani selama 12 tahun terakhir berjuang untuk mendapatkan modal kerja mereka. Sebagai petani, modal mereka adalah lahan garapan. Lahan garapan itu yang kini dikuasai oleh berbagai pihak sehingga petani kesulitan mendapat mata pencaharian.
Selama tiga tahun terakhir, masyarakat setempat terus berdoa, setiap malam, tanpa henti. Sementara para elite politik dan pejabat berebut kekuasaan dan terkena kasus korupsi, rakyat tetap berjuang dengan cara mereka.
Malam itu, mantan anggota DPR yang mengungkap kasus suap dalam pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, Agus Condro Prayitno, juga turut hadir. Kiai Ambari mendoakan Agus Condro secara khusus.
"Yang kami tahu, Pak Agus dulu banyak membantu kami waktu beliau jadi anggota DPR. Setelah tahu Pak Agus dijadikan tersangka walaupun telah mengungkapkan kebenaran, kami prihatin," tutur Ambari.
Agus Condro mengatakan, meski ada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), ia belum yakin betul mengenai statusnya, apakah ia termasuk yang berhak mendapat perlindungan atau tidak. Agus berharap, LPSK bisa secara aktif menyosialisasikan fungsinya. Hanya dengan begitu, masyarakat akan semakin berani untuk mengungkap suatu ketidakbenaran.
"Dalam kasus suap apalagi. Hanya orang yang menerima atau ditawari suap yang bisa mengungkap. Jika tidak dilindungi, pemberantasan korupsi tidak akan maksimal," kata Agus.
Demikian pula yang menjadi harapan Kiai Ambari. Ambari mengatakan, jangan sampai mereka yang melakukan kebenaran justru dipersalahkan. "Ingat, Gusti mboten sare.... Doa orang kecil mungkin saja ada hikmahnya, itu yang kami percaya...," ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar