Jumat, 17 Juni 2011

"Charger" Ponsel dari Bekas Transistor Jengkol

Ponsel kini bukan sekadar gaya hidup. Benda ini sudah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi semua usia, termasuk remaja usia sekolah. Penggunaan ponsel oleh siswa di sekolah menyebabkan banyak siswa ikut mengisi ulang baterai ponsel mereka di sekolah.
Memang tak ada larangan bagi siswa untuk menggunakan listrik di sekolah. Namun, fenomena ini menginspirasi tim dari SMAN 1 Citeureup Bogor untuk membuat charger ponsel dari benda elektronik bekas. Alat ini tidak membutuhkan aliran listrik, melainkan energi dari cahaya matahari.
Alat inilah yang mengantarkan tim dari SMAN 1 Citeureup Bogor memenangkan juara pertama L'Oreal Girls Science Camp 2011 di Rumah Jambuluwuk Ciawi, Bogor, Rabu (25/5/2011). Tim yang terdiri dari tiga orang siswi yang tergabung dalam ektrakurikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR) di sekolah mereka ini, memanfaatkan transistor jengkol bekas dari sekolah mereka. Transistor jengkol adalah power transistor jenis NPN dan PNP, namun lebih dikenal masyarakat dengan nama transistor jengkol karena bentuknya yang menonjol.
Transistor ini biasanya dimanfaatkan di amplifier dan perangkat elektronika sejenis. Apabila sudah tidak terpakai lagi, unsur logam bernama Germanium dalam transistor ini berbahaya bagi lingkungan. Unsur ini memiliki dampak negatif apabila terakumulasi dalam sistem perairan. Namun Germanium ini mempunyai kemampuan menangkap energi matahari dan mengubahnya menjadi energi listrik.
Ega Sri Budhiarti, Elsa Alfiani, dan Arum Aswinniarti, memanfaatkan Germanium sebagai bahan dasar pemanfaatan transistor jengkol bekas menjadi charger handphone. Dengan menggunakan 30 transistor jengkol bekas, timah, triplek ukuran 40 x 40 cm (atau PCB bekas), kabel, saklar, jeck, dan baterai kering, ketiga siswi kelas 3 SMA ini berhasil merakit charger ponsel yang mengandalkan energi matahari.
Germanium akan menangkap energi matahari. Energi matahari yang berhasil disadap akan disimpan ke dalam baterai kering dan berubah menjadi energi listrik ketika charger ponsel ditancapkan ke saklar perangkat transfer energi. Hasil rakitan tim ini telah di uji cobakan di sekolah mereka sehingga tidak mengalami kesulitan ketika harus diuji coba di hadapan dewan juri.
Bahan-bahan yang digunakan sebagian besar berasal dari sampah elektronik yang tidak terpakai lagi di sekolah mereka, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk merakit alat ini hanya Rp 70.000. Tidak heran jika tim ini menjadi pemenang pertama. Selain idenya kreatif, memiliki sisi kreasi yang tinggi dari pengolahan sampah elektronik, tim ini juga merakit sebuah alat yang bisa digunakan teman-teman mereka di sekolah. Sisi sains juga mereka tonjolkan dari pemanfaatan energi matahari yang diubah menjadi energi listrik.
Selain itu, satu di antara tiga orang yang tergabung dalam tim ini pernah memenangkan juara 3 lomba karya tulis Ilmiah yang diadakan Institut Pertanian Bogor (IPB) di akhir tahun 2010. Saat itu, Ega Sri Budhiarti mengangkat tentang "Marasi, Buah Ajaib Harapan Bagi Para Penderita Diabetes". Buah Marasi adalah buah yang terasa manis di lidah, sehingga ketika memakan apapun setelah memakan buah tersebut akan terasa manis. Buah ini menjadi solusi bagi penderita diabetes untuk mengurangi konsumsi gula namun tetap dapat merasakan rasa manis di lidah mereka.
Ega adalah siswi kelahiran Bogor, 22 September 1995. Sedangkan dua orang teman satu timnya yakni Elsa lahir di Bogor, 25 Februari 1996 dan Arum lahir di Bogor, 15 Juni 1995.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar