Rabu, 01 Juni 2011

Nata dari Limbah Tapioka

Bertahun-tahun Ashari membiarkan limbah produksi tapioka—600 liter cair dan 100 kg padat per hari—teronggok di sisi halaman rumahnya. Setiap hari produsen tapioka di Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, itu mengolah 200 kg singkong segar menjadi tapioka. Namun, sejak awal 2009 ia menampung limbah tapioka atas permintaan Indra Tri Wibowo dan Margiyanto. Setiap hari keduanya membeli onggok alias limbah padat Rp150 dan cair Rp100 per kg. Keruan saja Ashari senang karena masalah polusi teratasi, pekarangan rumah lebih bersih.
  1. Limbah padat tapioka atau onggok dan limbah cair direbus selama 2 jam pada suhu 1000C. Sekilo onggok membutuhkan 5—6 liter limbah cair.
  2. Selama perebusan onggok diaduk terus-menerus. Setelah dingin, saring dan peras bubur onggok untuk memisahkan air dan ampas. Tambahkan ZA pada air hasil saringan. Setiap satu kilo air rebusan memerlukan 2 g ZA.Campuran itu lalu direbus kembali hingga mendidih.
  3. Siapkan nampan untuk wadah fermentasi bubur onggok. Tutupi nampan dengan kertas koran, sekelilingnya diikat tali plastik.
  4. Setelah air rebusan dingin, tuangkan ke dalam nampan berukuran 30 cm x 40 cm. Caranya, buka ikatan tali plastik pada bagian ujung nampan, tuangkan 1,2—1,5 liter air hasil saringan. Setelah itu nampan kembali ditutup dan diikat. Dua belas jam setelah itu, tambahkan 108 ml starter, Acetobacter xylinum, ke setiap nampan.
  5. Simpan nampan dalam ruangan bersuhu 25—280C selama sepekan.
  6. Nata siap panen bila semua cairan dalam nampan habis.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar